Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/205

Halaman ini tervalidasi
  • Djendral Besar Socdirman meninggalkan tempat kediamannja, keluar kota untuk memimpin Gerakan Gerilja. Lebih dahulu beliau singgah di Gedung Mangkubumen, untuk mengatur siasat.
  • Mr. Hendramartana mati ditembak Belanda di djalan Mergangsan.

22 Desember, Presiden Sukarno, H. A. Salim dan Sutan Sjahrir diasingkan ke Brastagi, sedang Wk. Presiden Hatta, Mr. Moh. Roem, Mr. A.G . Pringgodigdo, Mr. Assaat dan Suriadarma diasingkan ke Bangka.

29 Desember, kamp-kamp, dan post-post pendjagaan Belanda didalam kota diserang oleh T.N.I. bersama-sama dengan barisan Gerilja, sehingga mendapat kerugian besar sekali.

1949.: 1 Pebruari, dikeluarkan putusan dari Kepala staf Angkatan Perang No. 1/U ./G.S.A./49, maksudnja: memobilisir Pemuda Peladjar. Diantara mereka sebagian besar adalah Pemuda-pemuda Peladjar jang bergabung didalam I.P.P.I.

2 Pebruari, Letnan Wijono gugur di Sentul.

1 Maret, Ibukota diserang oleh Geriijajang kekuatanaja l.k. 2000 orang. Kira-kira djam 24 kekuatan tentara Belanda disapu bersih dari Ibukota. Ibukota diduduki oleh Gerilja kita sampai pagi hari, tetapi setelah matahari mulai memantjarkan sinarnja, mereka sama menghilang. Serangan ini menjebabkan tentara Belanda tidak berani lagi pada malam hari bermalam didalam kota sebagai biasanja. Mereka bermalam dilapangan: terbang Meguwo. Hanja mereka jang tidak volbloed dan bukan bangsa Belanda sadja pada malam hari diharuskan tetap didalam kota. Sebaliknja bagi pihik kita, serangan malam itu membangun kembali ,,keketjilan hati" Rakjat kita, hingga mereka tidak mempuajai alasan berchawatir untuk mengusir tentara Belanda dari Ibukota Jogjakarta chususnja, dan Indonesia pada umumnja.

  • Djendral Meyer, Dr. Argement (Dari Recomba Djawa-Tengah) Kolonel

van Langen dan Stok (Bestuurs Adviseur Jogjakarta), menghadap Sri Sultan Hamengku Buwono IX, untuk membitjarakan soal keamanan. Ditolak mentah-mentah.

2 Maret,': Djendral Spoor menindjau keadaan Ibukota Jogjakarta setelah tentara-nja mendapat ,,Kemenangan".

3 Maret, B.F.O. menjatakan sikapnja, menjokong tuntutan R.I. supaja Pemerintah Republik Indonesia di Jogjakarta di kembalikan sebagai sedia kala.

9 April, Sri Sultan Hamengku Buwono IX memberi keterangan kepada para Wartawan, membantah keterangan pihak Belanda, bahwa didudukinja Ibukota Jogjakarta melulu untuk mendjaga keamanan Rakjat. Sebaliknja Sri Sultan Hamengku Buwono IX menegaskan bahwa jang menjebabkan tidak aman adalah kedatangan Belanda, kata beliau, oleh sebab itu kalau Belanda meninggalkan Ibukota Jogjakarta dengan sendirinja keadaan akan kembali mendjadi aman lagi.

11 April, Sri Sultan Hamengku Buwono IX berangkat ke Djakarta untuk kepentingan pengembalian R.I.

163