Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/23

Halaman ini tervalidasi

Sri Sultan Hamengku Buwono I menitahkan untuk mulai mengerdjakan bangunan Ibukota, dimulai dari Keraton, sebagai pusat dan permulaan bangunannja, dibawah pimpinan beliau sendiri. Sementara itu, beliau bersama dengan pengikut-pengikutnja bertempat (masanggrahan) di Istana (pesanggrahan) Gamping, letaknja lk. 5 km. disebelah Barat Ibukota jang tengah dikerdjakan orang.

Istana (pesanggrahan) itupun mempunjai sifat-sifat pertahanan, karena letaknja disamping (dekat) sebuah gunung gamping, jang memberi perlindungan kuat kepada penghuni Istana. Sangat sajang sekali bahwa gunung gamping jang bersedjarah itu, sekarang sudah hampir habis sama sekali, karena dari sedikit telah digempur oleh rakjat, untuk bahan kapur, kini hanja tinggal sedikit sadja jang masih bisa diselamatkan.

Letaknja gunung gamping itu, ada disebelah Timur Laut lstana Ngambar Menurut keterangan-keterangan dari beberapa orang itu jang bertempat tiriggal dikanan kiri bekas Istana pesanggrahan itu, didala m gunung gamping jang membudjur ke Timur itu, terdapat lubang semarjam guha, membudjur ke-Timur djuga . Guha itu bukannja kodrat alam, tetapi dengari melihat bekas-bekas jang ada didalamnja, memang sengadja dibuatnja, sangat mirip dengan lubang perlindungan, dan sangat besar kemungkinannja dimasa itu diipergunakan sebagai benteng pertahanan, karena pintu guha itu jang sebelah Barat, mempunjai hubungan langsung dengan Istana Ngambar Ketawang . Ketawang, demikian nama pesanggrahan itu.

Bekas-bekas tembok Istana itu sekarang hanja merupakan kumpulan batu-batu merah jang berantakan, hanja sebagian ketjil sadja jang masih berdiri dan bisa dilihat. Sungguhpun demikian, masih djuga kita dapat membajangkan tentang bangun dan bentuknja, luasdja lk. 80 x 150 meter, menghadap ke Timur. Pada batas pagar tembok sebelah selatan, ma5ih nampak tegas sebuah gapura kerjil, jang menghubungkan Istana dengan kandang (gedogan) kuda tunggang dan kuda tarik. Disebelah Sdatan sedikit dari bekas kandang-kandang kuda itu, berdiri sebuah gedung ketjil, jang , menurut penjelidikan, dahulu dipergunakan gedung kereta. Bekas gedung kereta itu sekarang ditempati oleh salah seorang penduduk, Mertowihardjo namanja. Menurut pengakuannja sendiri, ia mendapat waris rumah itu dari nenek mojangnja, jang berpesan derigan sungguh-sungguh, berparitang besar untuk merusak atau merubah bentuk-bentuk dan tembok-temboknja jang asal.

Benar djuga, tembok-tembok tua jang tebal, meskipun sudah ditambah kanan kirinja dengan tembok-tembok bangunan baru {tipis), masih kelihatan tegas, sebagai lingkaran segi empat sedikit memandjang, jang menggambarkan bekas gedung kereta. Didalam lingkungan bekas tembok luar (ringmuur), lebih tegas: bekas-bekas gedung Pesanggrahan · itu, kini sudah ditempati penduduk, meskipun pada urriumnja mereka tidak merusak bekas-bekas jang masih nampak dikanan kiri rumahnja.

Kalau kita sudi memerlukan memeriksa bekas Pesanggrahan Ngambar Ketawang itu, tentulah timbul pertanjaan, adakah Pesanggrahan itu baru dibangun setelah ,,Perdjandjian Gianti", perlu untuk Istana sementara, selama keraton masih didalam taraf pembangunan?

Timbulnja pertanjaan demikian memang dapat dimengerti, sebab menilik bentuk.,bentuk jang sampai sekarang masih kelihatan ,bekas-bekasnja, bangunan Pesanggrahan Ngambar Ketawang itu, kalau belum boleh dikata sebuah bangunan lux, sedikitnja hams diakui ,,bukan bangunan ketjil-kettjilan". Dengan demikian pembangunan Istana

itu, tentu tidak akan bisa diselesaikan didalam waktu jang singkat.

17