Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/28

Halaman ini tervalidasi

disebelah timur, dalam Kampung Surjomataraman, disebut Madyasura(1) dan jang, disebelah selatan, bernama Nirbaja.

PERKEMBANGAN KOTA.

BERSAMA-SAMA dengan perkembangan pembangunan Keraton, Sri Sultan Hamengku Buwono I menitahkan djuga untuk membangun kampung-kampung disekeliling Baluwarti Keraton, dimulaikan dari kampung-kampung untuk perumahan atau asrama-asramanja para anak-buah angkatan perang dan para Prewira-Prewiraaja, sungguhpun pada hakekatnja, dengan mengingati sifat pribadinja Sri Sultan Hamengku Buwono I, dan mengingati pula suasana dimasa itu, barangkali beliau lebih menginginkan mereka itu semua bertempat tinggal didalam Baluwarti Keraton. Tetapi bagaimana djuga luasnja Benteng Keraton itu, tidak djuga dapat mentjukupinja. Inilah sebabnja hanja merekajang terpilih sangat penting sekali sadja, jang bertempat tinggal didalam Benteng Keraton.

Dengan demikian, kita bisa menarik kesimpulan, bahwa kampung-kampung didalam Kata Jogjakarta jang tertua, adalah kampung-kampung jang namanja mempunjai hubungan langsung dengan Resimen-Resimen atau bagian-bagianja, atau kampung-kampung jang namanja merupakan tempat dari ahli-ahli tehnik, karena tjara memberikan nama pada kampung-kampung itu, menurut nama-namaaja pembesar atau golongan anak buah angkatan perang, atau golongan-golongan ahli tehnik jang menempatinja semula. Lebih tegas umpamanja :-kampung Bintaran, karena jang semula menempatinja adalah Pangeran Bintara, kampung Surakatsan; karena semula mendjadi tempat Pradjurit Surakarsa, kampung Notopradjan, karena semula ditempati Pangeran Notoprodjo, karnpung Dagen, karena semula ditempati oleh golongan Undagi (Tukang-tukang kaju) Kampung Kumendaman, karena ditempati oleh Komandan angkatan perang, kampung Wirogunan, karena semula ditempati oleh Bupati Wiroguno, kampung Wirobradjan, karena semula diternpati oleh golongan Pradjurit Wirobrodjo, dan lain-lainnja.

Salah satu hal jang tidak bisa dilupakan, bahwa dengan memperhatikan akan sikap dan sifat-sifat kepribadian Sri Sultan Hamengku Buwono I, terutama dalam pembangunan-pembangunan Ibu-kota Ngajogjakarta-Adiningrat, jang semuanja berdasarkan dengan kepentingan pertahanan itu, pihak V.O.C pun tidak tinggal memeluk tangan.

Dengan tjaranja jang sangat litjin, berdasarkan ,,kesediaannja untuk memberikan bantuan didalam segala kemungkinan". - demikian mengakunja, - ,,jang bisa mengganggu dan merugikan Ngajogjakarta-Adiningrat", maka ia bisa mendapat perkenan untuk mendirikan benteng, sebagai tempat soldadu dan pertahanannja.

Demikianlah benteng Vredesburgh berdiri,jang pada hakekatnja untuk persiapan-persiapan, bila Sri Sultan Harnengku Buwono memalingkan muka.


(1). Gapura ini sedjak peristiwa ,,Geget Sepei" (23 Djuni 1812) telah ditutup, karena dipandang sebagai Gapura jang membawa sial, karena pada waktu tentara Inggris akan memnasuki Keraton untuk menangkap Sri Sultan Hamengku Buwono II, mengambil djalan dari Gapura itu. Tetapi sedjak Sri Sultan Hainengku Buwono VIII Plengkung buntet, demikian orang memberi nama setelah Gapura itu ditutup, telah dibuka kembali, keadaannja sudah sangat rusak.
Sedjak Sri Sultan Hamengku Buwono IX (jang sekarang) Plengkung buntet itu dibangun lagi, bentuknjapun dirubah sama sekali, dengan stijl jang berbau bangunan-bangunan Bali. Sungguhpun demikian, nama ,,Plengkung Buntet" itu masih tetap berakar didalam masarakat kita.


22