Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/34

Halaman ini tervalidasi

Demikian djuga dengan halnja bangunan rumah-rumah, untuk mengisi kekosongan kampung-kampung jang masih longgar, dan lahirnja sekolahan-sekolahan mulai dari sekolah rendah sampai menengah. Karena djumlah sekolahan-sekolahan lebih banjak daripada lain-lain kota jang ada dikanan kirinja, maka mereka jang membutuhkannja sama mengirimkan anak-anaknja ke Ibukota kita. Ini berarti menambah pula djumlah penduduk jang mendjadi penghuni tetap.

Dan, demikianlah sebabnja maka sedjak dahulu kala, Ibukota kita telah terkenal mendjadi „Kota perguruan”.

Sekali lagi saja ulangi, bahwa banjaknja penduduk jang mempunjai tenaga membajar, baik sebagai penghuni tetap atau tidak, dalam lapangan perdagangan mempunjai arti tambahnja „permintaan”, sebaliknja karena ramainja perdagangan, merupakan undangan bagi pembeli-pembeli dari lain tempat, untuk sekali-sekali memerlukan berkundjung ke-Kota kita. Karena inilah maka dengan pesat sekali Ibukota kita mendapat kemadjuan lebih dari jang semula diharapkan, bahkan setelah mengindjak tahun 1890, mulailah melangkahkan kaki kepada lapangan modern, karena sedjak itu sebuah Kongsi Gas, telah membuka perusahaannja disini, berpusat ada dikampung Patuk. Mulai itulah Ibukota kita memantjarkan penerangan gas. Sungguhpun penduduk kelas-rendah rumah-rumahnja masih tetap mempergunakan penerangan biasa, tetapi mereka bisa turut djuga merasakan manfaatnja, karena seluruh tepi djalan-djalan raja didalam Ibukota kita ini, berdirilah tiang-tiang besi, jang pada udjungnja tiap-tiap hari mulai djam 18 sampai pagi hari djam 6, sama memantjarkan sinar-sinar jang bersih, jang memberikan pertolongan besar bagi lalu-lintas.

Perkenan Pemerintah Kasultanan atas meluasnja penduduk Tionghoa dari kampungnja jang semula (Kranggan), kesebelah selatan, mula-mula hanja terbatas ada disebelahutara rail kereta api, tetapi kemudian diperkenankan djuga meluas kesebelah selatan rail kereta api, menambah djuga ramainja djalan raja antara Tugu sampai batas pasar, jang sekarang terkenal dengan nama Djalan Malioboro (¹), karena sebagai kebiasaan orang-orang jang hidupnja melulu berdagang, maka mereka sama berumah tangga ditepi djalan, dengan toko-tokonja jang berisi bermatjam-matjam keperluan rumah tangga. Inipun merupakan salah satu faktor jang banjak membantu meramaikan Malioboro, sebab pada malam hari dari toko-toko itu memantjarkan pencrangan-penerangan, jang tidak sadja menambah kcindahan pemandangan, tetapi djuga memanggil pembeli dari segala pendjuru.

Pergantian penerangan gas mendjadi listrik jang dimulaikan sedjak tahun 1917, merata sedjak 1921, menambah gilang-gemilangnja Ibukota kita, sebab sedjak itu penduduk kampung dapat turut djuga memetik manfaatnja.

Meskipun perigi-perigi didalam kota kita ini dapat memberikan air jang tjukup djernih dan bersih, tetapi sedjak lama sumur-sumur itu pada umumnja hanja untuk keperluan tjutji-mentjutji sadja, bahkan tidak sedikit rumah-rumah tangga jang meninggalkan air sumur sama sekali, karena dengan waterleiding tidak sadja memudahkan keperluan rumah tangga kita, tetapi djuga terdjamin kebersihannja.

Sedjak kapankah kota kita ini mengenal waterleiding?

Pertanjaan ini tidak mudah didjawab, sebab sesungguhnja umur waterleiding itu sudah tua sekali.

______________
(1). Menurut tjatatan dari fihak Kapudjanggan Keraton, nama Malioboro mengambil dari nama salah satu Pesanggrahan Djajengrana (Amir Amsjah), tetapi setengah orang berpendapat bahwa nama Malioboro, berasal dari Marlbourough, nama salah seorang Djendral Inggris, jang Cipergunatan nama djalan itu didjaman Raffles.


26