Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/37

Halaman ini tervalidasi

Demikianlah setiap kali pergantian Gubernur Djendral, dan atau pergantian Residen/Minister, kekuasaan dan keluhuran Keradjaan Ngajogjakarta-Adiningrat mendjadi susut, demikian pula luas daerahnja.

Datangnja Raffles, dan kegagalan dari perlawanan jang dipimpin oleh B.A.P. Diponegoro (terdjadi pada 1825—1831) telah mempertjepat proses hapusnja kekuasaan dan luasnja Keradjaan Ngajogjakarta-Adiningrat, hingga achirnja hanja tinggal seluas jang kita ketahui sekarang.

Pengalaman-pengalaman jang sangat getir, dan sangat menjedihkan, jang sebenarnja segala kesedihan itu bisa tidak usah terdjadi, bila ,,kasudjanan dan kawaspadan” tidak ditinggalkan dan dilupakan.

Tetapi disamping pengalaman-pengalaman jang pahit itu, karena berkah Sang Naga Kiai Djaga, kitapun mendjumpai djuga beberapa kedjadian jang merupakan hiburan, karena kedjadian-kedjadian itu berupa benih-benih perlawanan kepada kolonialisme, jang lahir dan atau dilahirkan di Ibukota kita, dan diperkembangkan dari atau mulai dari Ibukota kita ini djuga.

Sementara hidup didalam tindasan politik pendjadjahan jang ganas dan kedjam itu, lahirlah disini Budi Utomo, Muhammadijah, P.G.H.B. (kemudian berganti P.G. dan sekarang dirubah mendjadi P.G.R.I.), Badan kongres Wanita Indonesia, P.4.A. (1), Pembela Buruh Perempuan, Perguruan Adhi Dharma, Taman Siswa dan lain-lain organisasi Nasional, jang pada hakekatnja merupakan tuntutan djiwa merdeka untuk menentang kolonial stelsel.

Terdjadi pada kota-kota besar jang lain, jang pada djaman pendudukan Djepang nama-nama djalan, nama kantor-kantor atau djawatan, nama-nama djembatan dan lain-lain, jang pada djaman Hindia Belanda sama mempergunakan nama-nama asing, oleh Pemerintah Balatentara Djepang digantikan dengan nama-nama jang memakai istilah Djepang, adalah didalam Ibukota kita tjara-tjara demikian tidak berdjalan. Adapun sebab-sebabnja, sebelum Djepang bisa berbuat apa-apa, lebih dahulu nama-nama itu atas titah Sri Sultan Hamengku Buwono IX, telah digantikan lebih dahulu dengan mempergunakan nama-nama Djawa asli, hingga Pemerintah Balatentara tidak mempunjai “alasan lagi untuk menggantikan dengan nama-nama Djepang sebagai jang terdjadi dilain-lain kota besar diseluruh Indonesia, terutama Djakarta, Bandung, Semarang dan Surabaja.

Djuga dalam saat Presiden Sukarno dan Wk. Presiden Hatta memproklamirkan kemerdekaan kita, pada hari 17 Agustus 1945, Ibukota kita adalah Daerah jang me- ngetahui peristiwa penting itu jang terdahulu, sesudah Djakarta, karena kalau di Ibukota-Ibukota jang lain, oleh Gunsaikanbu bisa ditjegah disiarkannja berita penting itu, di Ibukota kita larangan itu baru diterima oleh Sendenbu setelah Proklamasi itu disiarkan dengan perantaraan tilpon ke Kabupaten-kabupaten Masdjid Besar dan Masdjid Pakualaman oleh wartawan-wartawan. Sebab pada hari itu hari Djum'at, maka dengan tjepat sekali berita jang sangat penting itu tersiar diseluruh kampung dan desa-desa.

Merampas sendjata-sendjata dari tangan Tentara Djepang jang paling ketjil korbannja, djuga jang terdjadi di Ibukota kita, karena dengan kebidjaksanaan Sri



(1). Lengkapnja: Perkumpulan Pembrantas Perdagangan Perempuan dan Anak-anak. Inilah organisasi kita jang pertama, jang turut mengambil bagian didalam konperensi Internasional, jang diadakan oleh Volkenbond di Bandung pada tahun 1936, chusus membitjarakan soal-soal jang berkenaan dengan perdagangan wanita dan anak-anak Internasional. Organisasi ini dibekukan

sedjak datangnja Djepang.

29