Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/43

Halaman ini tervalidasi

setelah Belanda diam-diam mendjalankan aksi Militer dikanan-kiri Daerah-daerah jang diduduki tentara Serekat, penduduk-penduduk jang daerahnja dikatjau oleh aksi Militer itu, sama datang menjelamatkan dirinja bersama-sama dengan keluarganja ke Ibukota kita ini.

Dalam pada itu, dapatlah kita mengerti betapa kesulitan-kesulitan jang kita alami dimasa itu, terutama didalam soal perumahan, karena tidak sadja penduduk kota mendjadi berlipat ganda, tetapi djuga Pemerintah Pusat, sangat membutuhkan gedung-gedung besar jang bisa mentjukupi untuk keperluan pekerdjaan-pekerdjaan resmi. Disamping itu, tidak bisa dilupakan, bahwa penduduk lapisan bawahpun merasa- kan pukulan jang tidak ringan, karena dengan tambah-menambahnja penduduk Ibukota kita ini, biaja keperluan hidup sehari-haripun mendjadi meningkat. ,

Kota Jogjakarta, jang sebelum perang dunia kedua akan diperluas, karena kota jang sempit ini dimasa itu sudah dirasakan ,,Penuh sesak”, sedjak mendjadi Ibukota Republik Indonesia bukan hanja ,,penuh sesak” sadja, bahkan seakan-akan susah untuk bernapas. Tetapi bagaimana djuga, tiada seorangpun jang mengeluh, beban berat dan pengurbanan itu dipikulnja dengan keichlasan hati, bahkan sama berbesar hati, karena mereka tahu dan jakin, bahwa semuanja itu adalah ,,panggilan sutji” untuk kepentingan Nusa dan Bangsa.

Keadaan demikian itu makin memuntjak, setelah terdjadinja clash pertama dan politik blokade Belanda.

Dengan singkat dapat dikatakan, bahwa segala perkembangan politik Negara kita, langsung dirasakan oleh penduduk Ibukota Jogjakarta, baik jang mengerti dan aktif mengambil bagian dalam lapangan politik, maupun jang tidak.

Salah satu kedjadian penting jang langsung mengenai Ibukota Jogjakarta sendiri, adalah perubahan statusnja. Kalau semula Ibukota Jogjakarta termasuk didalam lingkungan Kabupaten Kota, dan dengan dihapusnja Kabupaten Kota, Ibukota Jogja- karta mendapat kedudukan sebagai Daerah otonum dengan nama Haminte Jogjakarta, kemudian sedjak 1947 dirubah mendjadi Kotapradja Jogjakarta. 3

Meskipun demikian, semasa Kotapradja kita ini masih mempunjai kedudukan sebagai Ibukota sementara dari Republik Indonesia, belumlah Kotapradja mendapat kesempatan untuk memikirkan kewadjiban-kewadjibannja jang chusus, sebab pada masa itu, semua tenaga dan pikiran, dipusatkan untuk kepentingan Pemerintah Pusat, karenanja pait getirnja Pemerintah Pusat, Kotapradja Jogjakarta turut djuga merasakannja.


CLASH KEDUA.

DEMIKIAN djuga dengan terdjadinja clash kedua, jang terdjadi pada tanggal 19 Desember 1948. Disamping kurban-kurban jang terdiri dari alat kekuasaan Negara, penduduk preman tidak sedikit jang mengurbankan djiwa-raganja. Kampung-kampung banjak jang hantjur luluh, kekajaan rakjat jang musnah tidak terbilang, dan kurban djiwa rakjat, baik laki-laki, baik Pap baik tua maupun muda, bahkan anak-anak, ribuan orang banjaknja.

Sekali lagi saja ulangi, bahwa apa jang ditjeriterakan orang tentang legende

,,Naga, Kiai Djaga”, pada peristiwa clash kedua itu, telah terbukti kebenarannja.

33