Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/44

Halaman ini tervalidasi

Setelah pada tanggal 27 Desember 1948 P.J.M. Presiden Sukarno, St. Sjahrir, marhum Hadji Agus Salim, oleh tentara Keradjaan Belanda diasingkan ke Brastagi, P.J.M, Wk. Presiden Moh. Hatta, Mr. Moh Rum, Mr. Ali Sastroamidjojo dan Mr. Assaat, diasingkan ke Bangka, maka Kotapradja Jogjakarta boleh dikata mengalami kekosongan, karena para Pemimpin Negara jang lain, jang tidak dapat tertangkap, sama meloloskan diri keluar kota, dan kalau ada jang masih didalam kota, mereka dengan tjara hati-hati mendjadi ,,orang Siluman”. Djendral Besar Sudirman, sesudahnja meninggalkan gedungnja di Bimtaran, lalu beristirahat di Gedung Mangkubumen, menantikan saat jang baik untuk meneruskan keluar Kota, memimpin perlawanan.

Nampak sekali bahwa dengan diasingkannja Kepala Negara dan beberapa tokoh penting jang dipandang mendjadi ,,Kepala-kepala-Pembrontak” itu, fihak Belanda menjangka kekuatan R.I. sudah patah, R.I. sudah tammat. Dengan segala kemegahan ia menduduki Kotapradja kita. Tetapi belum genap satu Minggu, ia sudah mulai merasa bahwa dugaannja meleset, sebab sedjak itu ia tidak berhadapan lagi dengan alat kekuasaan Negara, tetapi ia telah berhadapan dengan bermatjam-matjam ,,hantu”, jang pada siang hari mereka tidak kelihatan, menjembunjikan diri ditempat-tempat jang sama sekali tidak disangka-sangka, diantaranja didalam kompleks Keraton, Pura Pakualaman, kompleks Taman Siswa dan gedung-gedungnja para Pangeran, tetapi setelah matahari terbenam mulailah mereka menjerbu tempat-tempat pendjagaan tentara Keradjaan Belanda, menjergap patroli-patroli jang tengah berkeliling. Dalam sedjarah pendudukan di Ibukota kita, serangan Gerilja pada tentara Keradjaan Belanda jang paling hebat, terdjadi pada tanggal 20 Djanuari 1949. Dalam serangan itu seluruh Ibukota kita bisa direbut kembali, tetapi oleh sebab jang dimaksudkan hanja akan »berdemonstrasi” bahwa. Gerilja kita mempunjai kekuatan dan keberanian serta siasat- siasat peperangan jang sempurna, maka pada waktu mendekati Subuh sebagai djuga kegandjilan pada waktu datangnja, dengan sekali-gus mereka menghilang kembali dengan mendadak.

Tidak anch bahwa pada pagi harinja pos-pos pendjagaan tentara Keradjaan Belanda sudah berisi lagi, tetapi sedjak itu tidak scorangpun diantara Opsir-opsir Belanda jang berani bermalam di Ibukota kita, mereka sama bermalam di lapangan terbang Meguwo, hanja para Soldadu-soldadu biasa, terutama jang bukan Belanda totok jang diwadjibkan mendjalankan tugas, berdiam “di-Ibukota.

Bukan hanja pada malam hari sadja Gerilja-gerilja kita mengganggu djiwa-djiwa musuh, pada siang haripun tidak djarang mereka menjerang patroli-patroli musuh dengan tjaranja jang sangat menekad, tempo-tempo berhasil bagus sekali, tetapi sebaliknja tidak sedikit jang mendjadi kurban peluru musuh.

Tentara Keradjaan Belanda tiap-tiap. hari melakukan pembersihan dan peng- gledahan dikampung-kampung, tiap-tiap bertemu dengan pemuda, tidak peduli bersendjata atau tidak, mereka ditangkap dan digiring kerumah Pendjara Wirogunan atau kekantor I.V.G. (1), jang sebetulnja sudah penuh dengan tangkapan-tangkapan jang terdahulu, sebagian besar terdiri dari para Pemimpin, Polisi-polisi dan orang-orang jang dipandang berbahaja bagi pihaknja.



(1). Jang dipergunakan kantor I.V.G., adalah Kantor Polisi Ngupasan.


34