Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/45

Halaman ini tervalidasi

 Pengadilan Militer Belanda di-Djalan Setjodiningratan (1), tiap-tiap hari bersidang, dan tentulah ribuan orang pemuda jang mendjadi kurbannja, bila tidak ada usahanja Mr. R.H. Soejoedi dan Mr. Koo Siok Hie, jang selalu mendjadi pembela mereka dengan tjuma-tjuma.

 Kalau para pemuda dari segala golongan, baik jang berigama Islam, baik Katolik, baik Protestan, baik Mahasiswa, baik murid sekolah landjutan, maupun pemuda kampung, bulat bersatu menentang kekuasaan Belanda dengan tjara bergerilja, para pemudi - pemudinja mengambil bagian sebagai penghubung antara satu dengan lain pasukan Gerilja, atau antara Ibukota dengan daerah-daerah pedalaman. Tidak sedikit diantara mereka jang ditangkapnja dan dimasukkan pendjara Wirogunan.

 Perkembangan-perkembangan politik dimasa itu tidak banjak diketahui oleh penduduk Ibukota, karena listrik tidak ada, hingga dengan sendirinja- radio mendjadi mati. Kalau dimasa itu kita bisa mendapat sedikit-sedikit berita tentang kedjadian-kedjadian di P.B.B., adalah karena pertolongan surat-surat kabar jang terbit di Djakarta, jang disdundupkan kesini, diantaranja jang terbanjak harian Merdeka. (2)

 Bagaimana penghidupan rakjat didalam Ibukota kita dimasa itu, dapat dibajangkan dengan harga-harga bahan makanan. Karena beras dari desa dilarang diperdagangkan kedalam Kota, maka dipasar Beringhardjo beras petjah kulit sekilo berharga diantara 400 sampai 600 rupiah URI, sedang perbandingan nilai uang URI dengan uang tjring, demikian umumnja uang Belanda dikatakan orang, 375: 1. Dimasa itu jang berdagang dipasar bukan lagi orang-orang dari desa sebagai biasanja, tetapi para Ibu-ibu dan Bapa-bapa jang terhormat, para pemuda dan para Mahasiswa, jang disamping mentjari penghidupan, djuga sambil ,,memasang” telinga dan mata pada segala gerak-gerik tentara musuh.

 Keganasan tentara Keradjaan Belanda mulai kurang sedikit, ketika perkembangan politik Internasional ada tanda-tandanja tjondong kearah R.I., terutama sesudah mulai ada rentjana bakal dilangsungkannja Konperensi Medja Bundar.

 Setelah suasana mulai tenang, mendadak dibikin keruh lagi oleh tentara pemda dukan, jaitu terdjadinja penggrebegan jang dilakukan olehnja pada gedung Kepatihan pada tanggal 28 Mei 1949. Pada waktu itu tengah dilakukan perisapan-persiapan untuk pemulihan Pemerintah Pusat. Beberapa Pegawai R.I. telah ditangkapinja. Peristiwa ini menjebabkan Menteri Negara merangkap Koordinator Keamanan Dalam Negeri, Sri Sultan Hamengku Buwono IX membuat protes keras.

Tanggal 29 Djuni 1949, adalah hari jang tidak akan bisa dilupakan, karena pada hari itu adalah hari penarikan mundur tentara Keradjaan Belanda dari Ibukota kita

dan masuknja Angkatan Perang R.I. dari daerah pedalaman kedalam Ibukota kita, dibawah pengawasan Kolonel van Langen dari fehak Belanda, dan Menteri Negara merangkap Koordinator Keamanan Dalam Negeri Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari pihak kita. Sedjak itu Ibukota kita pada lahirnja sudah terhindar dari musuh, jang telah mentjoba kesekian kalinja untuk mematahkan kekuatan Negara kita.


(1) Gedung Pengadilan Militer Belanda pada djaman pendudukan Belanda, adalah gedung dimuka Pasturan sekarang. (2). Penjelundup surat kabar Merdeka jang tertangkap djuga tidak sedikit, diantaranja D. Jus, kini Mahasiswa fakultas Ekonomi Djakarta.

35