Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/47

Halaman ini tervalidasi

memang mudah dimengerti, karena dalam sedjarah perdjuangan kemerdekaan, harus diakui bahwa Daerah Istimewa Jogjakarta pada umumnja dan Kotapradja Jogjakarta pada chususnja, memikul penderitaan jang lebih berat dan lebih lama dari pada Kota-kota jang lain, karena didaerah-daerah jang lain rakjatnja sudah mendapat kesempatan untuk memperbaiki penghidupannja, disini rakjat masih didalam taraf menghadapi musuh jang ganas dan kedjam. Dengan demikian dalam pembangunan perekonomian, rakjat disini ketinggalan djauh dari pada kota besar lain.
 Meskipun demikian, kita bolch merasa bangga atas kepesatan kemadjuannja perusahaan batik dan barang-barang dari perak, karena bila dibandingkan dengan djaman sebelum perang dunia kedua, dua matjam mata pentjaharian rakjat itu sudah lebih madju, sungguhpun pasarnja masih belum kembali.
 Perubahan jang nampak sangat kontras sekali daripada djaman sebelum perang, adalah soal-soal jang berkenaan dengan lalu-lintas. Djalan Malioboro jang dahulu termashur sebagai djalan satu-satunja diseluruh Djawa Tengah jang paling teratur, trottoire-nja dikanan kiri jang bagus, ditambah dengan penerangannja jang lurus, luasnjapun tjukup longgar, sekarang dirasakan sebagai djalan jang sangat sempit, hingga Polisi Lalu-lintas terpaksa mengambil beberapa matjam peraturan jang dimasa jang lampau tidak pernah dibajangkan orang. Perubahan ini disebabkan djumlahnja kendaraan-kendaraan bermotor jang berlipat ganda. Demikian djuga dengan lahirnja kendaraan matjam baru, betjak, jang djumlahnja hampir tidak terbilang, sungguhpun andong pelahan-pelahan mulai tidak terlihat.
 Disamping itu, dalam kedudukannja sebagai Kota perguruan, jang siswanja puluhan ribu orang banjaknja, sendirinja menjebabkan djumlahnja kendaraan sepeda tidak terbilang djuga, karena mengingat murah serta praktisnja sepeda dalam arti perhubungan, maka umumnja tiap-tiap siswa bersepeda. Demikian djuga dengan halnja kemadjuan wanita-wanita desa, jang dahulu datangnja kepasar-pasar kota untuk berdagang ketjil-ketjilan sama mempergunakan andong, atau lain-lain kendaraan, kini sama bersepeda djuga. Bukan hanja untuk dirinja sadja, tetapi djuga untuk alat pengangkutannja.
 Pada tahun 1953 djumlah sepeda didalam Kotapradja kita ini Ik. 35.000, sedang djumlah sepeda jang mengambil bagian didalam lapangan lalu-lintas didalam Kotapradja (djumlah tersebut diatas ditambah dari luar kota) tiap-tiap hari tidak kurang dari 60.000. Djumlah itu sekarang mungkin sudah lipat dua kalinja.
 Berhubung dengan itu, selain terkenal sebagai Kota perguruan, Kotapradja kita djuga terkenal sebagai ,,Kota-Sepeda”.
 Meskipun sipat-sipat kekeluargaan, dasar dari hidup dan kehidupan kita jang asli, sampai sekarang masih belum hilang sama sekali, tetapi pada hakekatnja didalam masjarakat Kotapradja kita dasar itu tidak lagi sebagai masarakat daerah pedalaman. Hal itu disebabkan karena pengaruh-pengaruh dari luar dan perubahan penghidupan orang, hingga tidak memungkinkan untuk mengorbankan harta benda dan waktunja guna menolong tetangga kanan kirinja, sebagai tjara-tjara dalam kehidupan mereka

didjaman jang lampau. Gotong-rojong, mulai hilang, tidak lagi mendjadi tradisi. Tetapi didalam beberapa keperluan sangat dirasakan tentang manfaatnja gotong rojong. Inilah jang menjebabkan timbulnja organisasi-organisasi rukun kampung, jang pada hakekatnja adalah gotong rojong djuga dalam kehidupan sehari-hari, tetapi dengan batas-batas jang tertentu. Ternjata lahirnja organisasi rukun kampung itu memberikan pertolongan besar

37