Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/54

Halaman ini tervalidasi

dalam Kota djuga dihapuskan. Kawedanan Kota mendjadi Kabupaten Kota Jogjakarta, sedang Kawedanan Sleman, Kalasan ditambah dengan Kawedanan Godean (dari Kabupaten Bantul) digabungkan mendjadi Kabupaten Sleman. Sungguhpun pemerintah Djepan memberi nama Jogjakarta Si dan sebutan Kentyoo diganti dengan Sityoo, namun pada hakekatnja daerah itu adalah daerah administratie belaka dan sedjak zaman Belanda disini memang belum ada daerah otonoom (Staatsgemeente dan Kabupaten).

Sedjalan dengan proses demokratiesecring jang dilaksanakan diseluruh daerah, maka dalam tahun 1946 dibentuk Dewan Kota (Lihat Maklumat tahun 1946 No. 18) terdiri dari 30 orang anggauta. Dewan tersebut bersama-sama dengan Bupati Kota Kasultanan (K.R.T. Hardjodiningrat) dan Bupati Kota Pakualaman (K.R.M.T. Surjaningrat) mewudjudkan badan legislatief. Oleh dan diantara anggauta Dewan Kota dipilih 5 orang anggauta, mereka bersama-sama dengan kedua Kepala Daerah tersebut diatas mendjalankan pemerintahan sehari-hari (Dewan Pemerintah). Pembagian pekerdjaan disesuaikan dengan pembagian jang didjalankan pada tingkat daerah Istimewa, jaitu bagian Pradja, Kemakmuran Sosial, umum dan Keamanan. Tjara pembagian kursi didjalankan menurut sistim jang berlaku pada D.P.R. tingkat Daerah (Daerah Istimewa Jogjakarta) jaitu sistim partyen stelsel dengan badan korreksi).

Tindakan seperti diuraikan diatas belum mewudjudkan pembentukan daerah otonoom jang sebenarnja, melainkan sekedar memberi kesempatan kepada wakil-wakil Rakjat turut mengemudikan berdjalannja roda pemerintahan dan buat daerah Jogjakarta tindakan itu memang sudah merupakan kemadjuan.

HAMINTE KOTA JOGJAKARTA.

Terdorong oleh bermatjam-matjam faktor diantara mana tuntutan dari Dewan Kota Jogjakarta sendiri, maka dengan tergesa-gesa Pemerintah Republik Indonesia (Jogjakarta) mentjiptakan-sebuah Undang-undang (Undang-undang tahun 1947 No. 17) jang menjatakan pembentukan Haminte Kota Jogjakarta dan "Daerahnja meliputi Kabupaten Kota Jogjakarta (Kasultanan dan Pakualaman) ditambah sebagian ketjil dari Kabupaten Bantul. Dalam pertimbangan (considerans) dinjatakan bahwa tindakan jang diambil itu adalah tindakan darurat, karena undang-unadng nasional jang akan mengatur azas-azas otonomi dan decentralisasi belum ada. Urusan-urusan jang diserahkan terdiri dari 22 matjam (lihat teks undang-undang) tambahan penjerahan urusan tjukup didjalankan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri. (menurut undang-undang tahun 1948 No. 22 dengan Undang-undang). Wali Kota mendjadi Ketua D.P.R. (sama dengan sistim Pemerintah Hindia Belanda) dan Ketua D.P.D. Oleh dan dari Anggauta dipilih seorang Wakil Ketua jang merangkap mendjadi Wakil Wali Kota, djadi menurut peraturan tersebut diadakan pendjabat Wakil Wali Kota jang tetap. Bilangan anggauta ditambah mendjadi 50 orang.

Perlu dikemukakan disini bahwa dalam Undang-undang Pembentukan tersebut diatas tidak terdapat suatu pasal jang memberikan ketentuan-ketentuan tentang pimpinan dan pengawasan. Dalam praktijk pimpinan dan pengawasan didjalankan langsung oleh Kementerian Dalam Negeri sehingga Haminte Kota Jogjakarta terlepas dari hubungannja dengan Daerah Istimewa Jogjakarta; apakah jang mendjadi alasan-alasannja tidak dapat diketahui dengan pasti. Ada dua kemungkinan jang mendorong Pemerintah pusat untuk menentukan pendirian itu:


42