Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/55

Halaman ini tervalidasi

pertama, karena status Dacrah Istimewa Jogjakarta belum terang (Undang-undang tahun 1948 No. 22 belum ada).

kedua, disesuaikan dengan status Haminte Kota Surakarta (alasan untuk menempatkan Haminte Kota Surakarta langsung dibawah pimpinan dan pengawasan Kementerian Dalam Negeri mungkin karena pada waktu itu di Surakarta sedang ada pergolakan mengenai kedudukan Daerah swapradja).

Djika pasal 11 Undang-undang tahun 1947 No. 17 (menjebutkan bahwa peraturan-peraturan jang berlaku terhadap staatsgemcente djuga berlaku terhadap Haminte Kota Jogjakarta) jang didjadikan dasar hukum, maka interpretatie itupun tidak seluruhnja benar karena menurut Staatsgemeente-ordonnantie Gubernur Djendral pada umumnja mendjalankan pengawasan repressief, dan preventief, dan preventief hanja untuk urusan-urusan tertentu mitsalnja tentang pemungutan padjak, sedang pengawasan preventief lain-lainnya didjalankan oleh College van gedeputeerden (sama dengan D.P.D. Propinsi).

Kenjataan dalam praktijk menundjukkan bahwa pelaksanaan penjerahan urusan-urusan (pengisian otonomi) tidak dapat berdjalan, entah karena faktor-faktor jang diuraikan diatas, entah karena belum adanja Peraturan Pelaksanaan jang mengatur procedure penjerahan lebih landjut. Baik dari fihak masjarakat, mitsalnja dari Gabungan Rukun Kampung, maupun dari fihak D.P.R. Haminte Kota Jogjakarta sendiri disampaikan mosi dan resolusi (September 1947 dan Maret 1948) kepada Pemerintah Republik Indonesia jang bermaksud mengadjukan tuntutan supaja Haminte Kota Jogjakarta ditempatkan dibawah hierarchie Daerah Istimewa Jogjakarta (kembali mendjadi Haminte dari Daerah Istimewa Jogjakarta).

Achirnja dalam bagian ini perlu disebutkan bahwa berhubung dengan timbulnja „Peristiwa Madiun”, keanggautaan Dewan Kotapun mengalami perubahan, artinja pembagian kursi diantara party-party/Organisasi-organisasi diperbaharui dengan keputusan Dewan itu (Satu sama lain mengingat instruksi dari Kementerian Dalam Negeri).

Sebagai Wali Kota pertama dalam Bulan Djuni 1947 diangkat R. Moch Enoch. Oleh karena beliau diangkat mendjadi Menteri Pekerdjaan Umum dalam Kabinet Amir Sjarifudin, maka sebagai gantinja diangkat Mr. K.R.T. Soedarisman Poerwokoesoemo (22 Djuli 1947) jang pada waktu itu mendjabat Sekretaris Dewan Pertahanan Daerah merangkap Kepala Djawatan Penerangan Daerah Jogjakarta. Surat pengangkatan dikeluarkan oleh Presiden, Menteri Dalam Negeri dan Seri Sultan sendiri.

KOTAPRADJA JOGJAKARTA.

Dengan terbentuknja Undang-undang Tahun 1948 No. 22, terkenal dengan sebutan Undang-undang pokok tentang Pemerintahan Daerah, maka berhasillah Pemerintah Republik Indonesia meletakkan dasar-dasar jang pokok untuk menjelenggarakan sistim pemerintahan berdasarkan otonomi dan decentralisasi. Disamping beberapa keketjewaan jang bersifat technis dan mungkin djuga politis, maka undang-undang tersebut tjukup memberi pegangan untuk melaksanakan sistim pemerintahan seperti jang dikehendaki oleh Undang-undang Dasar.

Undang-undang tahun 1947 jang ternjata dalam praktijk tidak dapat berdjalan diganti dengan undang-undang tahun 1950 No. 16 undang-undang ini dengan tjara

integraal membentuk daerah-daerah otonoom, Kota Besar Surabaja, Malang, Madiun,

43