Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/59

Halaman ini tervalidasi
RUKUN KAMPUNG.

 Bagaimanakah kedudukan Rukun Kampung/Rukun Tetangga? Dalam perkembangannja sepandjang sedjarah maka Rukun Kampung mula-mula (zaman Belanda) adalah organisasi masjarakat jang bekerdja dalam lapangan Sosial (gotong rojong dalam hal kematian, perkawinan, dll.) Kemudian pada zaman Djepan kedudukan Rukun Kampung diperkuat, karena pemerintah pendudukan Djepan mengerti benar bahwa dalam susunan Rukun Kampung terdapat unsur-unsur jang dapat mendjadi kekuatan (potentie) untuk membantu usaha-usaha peperangan. Nama Rukun Kampung diganti Aza, Ketuanja disebut Azatyoo, sedang Rukun Tetangga (Tonari Gumi) jang semula sebenarnja belum ada dibentuk. Dalam peraturan jang menentukan kedudukan Rukun Kampung dan berlaku di Jogjakarta disebut dengan tegas bahwa Rukun Kampung adalah badan pemerintahan jang paling bawah. Setelah diaktiveer dengan hebatnja maka dalam praktijk Rukun Kampung mendjadi „verlengstuk” dari Kemantren P.P., tetapi Pengurus Rukun Kampung adalah tenaga jang dipilih oleh rakjat dan tidak menerima penghargaan materieel dari Pemerintah, dus tenaga perdjuangan.

 Setelah proklamasi tahun 1945 kedudukan Rukun Kampung mendjadi probleem; ada pro dan contranja. Ada golongan jang menghendaki berlangsungnja status pada zaman Djepan, golongan lain lebih menjukai kembalinja status pada waktu sebelum perang. Dalam pada itu Rukun Kampung² bekerdja terus demi kepentingan nasional. Sebagai penghargaan Dewan Kota menjediakan dua kursi untuk wakil dari Rukun Kampung2 (Gabungan R.K.).

 Karena bentukan Rukun Kampung sclama pendudukan Djepan terdjadi diseluruh Djawa dan Madura, maka Pemerintah Pusat jang pada waktu itu ada di Jogjakarta tidak tinggal diam dan mengeluarkan instruksi jang menegaskan kedudukan Rukun Kampung. (Instruksi bersama dari Kementerian Dalam Negeri, Sosial dan Penerangan tanggal 25 Djuni 1947). Dalam pedoman Umum Rukun Tetangga dan Rukun Kampung dengan tegas dinjatakan bahwa status Rukun Kampung adalah organisasi masjarakat (Pasal 3 berbunji: „Rukun Tetangga dan Rukun Kampung (G.R.T.) adalah organisasi masjarakat, jang diakui dibantu dan dilindungi oleh Pemerintah, — bukan tinggkatan atau alat pemerintahan”).

 Adapun probleem Rukun Kampung di Kota Jogjakarta tetap sulit, dari pihak Pengurus Rukun Kampung sendiri ada jang menghendaki membantu Kemantren P.P. sampai urusan administrasi mitsalnja tentang urusan poswissel, surat keterangan tundjangan keluarga, matjam-matjam statistiek, dsb., golongan lain berpendapat bukan mestinja tjampur tangan sampai/sebegitu djauhnja.

 Djika komentar mengenai Rukun Kampung tsb. kami hubungkan dengan Kemantren P.P., kami hanja bermaksud akan menundjukkan bahwa dalam praktijk Kemantren P.P. tidak dapat mendjalankan kewadjibannja atau paling sedikit sukar sekali untuk dapat mendjalankan kewadjibannja zonder bantuan Rukun Kampung, karena pada hakekatnja Rukun Kampunglah jang mendjadi penghubung (Schakel) diantara Kemantren P.P. dengan penduduk. Pemetjahan atas persoalan tersebut hendaknja ditudjukan kepada dua djurusan, jaitu:

pertama, menindjau organisasi Kemantren P.P. sebagai aparatur pemerintah, dengan mempertimbangkan memperluas organisasinja sampai di Rukun Kampung agar supaja dapat mengoper pekerdjaan-pekerdjaan jang sekarang didjalankan oleh Rukun Kampung2;

47