Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/66

Halaman ini tervalidasi

Gambaran keadaan pengadilan di Jogjakarta mulai tahun Masehi 1755 sampai tahun 1903 terscbut diatas kami ambil dari buku „Vorstenlanden” karangan G.P. Rouffner, overdruk uit Adatsrecht bundel XXXIV, Serie D. No. 81 (1931) (halaman 103 — 142).

Selandjutnja dalam Stbl. 1917 No. 127 fatsal | ajat 1 ditentukan bahwa, dengan persetudjuan S.P. Sunan dan S.P. Sultan, semua peraturan mengenai urusan pengadilan di Karesidenan Surakarta dan Jogjakarta ditjabut dan pengadilan-pengadilan aseli („insinhcemsch”) jang ada di Karesidenan-karesidenan itu ditiadakan, melainkan, bahwa untuk kawula S.P. Sultan Jogjakarta masih dilangsungkan: Pengadilan Bale-Mangu untuk mengadili perkara-perkara tanah jang bukan perkara perdata, dan Pengadilan Surambi, untuk mengadili pertjeraian atas permohonan isteri jang bertentangan dengan kemauan suaminja (rapak), sedang terhadap keputusan pengadilan ini dapat dimintakan bandingan pada Pepatih Dalem, dan terhadap keputusan ini dapat dimohonkan bandingan pada S.P. Sultan. Pengadilan Bale-Mangu itu njatanja merupakan pengadilan administratief mengenai perkara tanah antara Patih dan para Bekel dan kulinja.

Untuk pelaksanaan fatsal ini maka kawula S.P. Sultan, jang mendjadi pegawai Gubermen Hindia-Belanda, dianggap sebagai kawula Gubermen. Dalam fatsal 2 dari Stbl. tersebut diatas ditentukan demikian: Ketjuali perkara-perkara Pengadilan Surambi, jang belum ada putusannja „aanhangig”), maka sengketa-sengketa perdata („burgerlijke rechtsgedingen”) terhadap kawula S.P. Sultan Jogjakarta, jang pada waktu mulai berlakunja ordonnantie ini, belum ada putusannja (aanhangig) pada pengadilan untuk perkara-perdata (Pengadilan Pradata, Pengadilan Bale-Mangu dan Pengadilan Wadono- wadono Golongan) berpindah menurut hukum (,,van rechtswege”) kepada pengadilan- pengadilan, jang wenang memutuskannja.

Djadi mulai berlakunja ordonnantie dalam Stbl. 1917 No. 127 pada 1 Djuni 1917 boleh dikatakan habis semua pengadilan aseli di Surakarta dan Jogjakarta, dengan perketjualian tersebut diatas. Sedjak 1917 keadaan pengadilan-pengadilan di Jogjakarta seperti di Karesidenan lain-lainnja di Djawa dan Madura. Dengan lain perkataan: para kawula S.P. Sultan termasuk jurisdiksi Gubermen. Hanja sadja S.P. Sultan masih mempunjai kekuasaan mengadili perkara keluarga sedarah dan semenda seperti telah disebutkan diatas.

Berhubung dengan itu maka oleh S.P. Sultan diadakan dua pengadilan ialah:

  1. Pengadilan Kraton Darah Dalem, jang mengadili perkara-perkara pidana dan perdata terhadap keluarga sedarah dan sementara turunan pertama dan kedua:
  2. Pengadilan Kepatihan Darah Dalem, jang mengadili perkara-perkara jang sama terhadap keluarga sedarah dan semenda turunan ketiga dan keempat.

Dengan pranatan dalam Rijksblad 1927 No. 35 maka Kedua Pengadilan tadi didjadikan satu dengan diberi nama Pengadilan Kraton Darah Dalem jang tempat bersidangnja di tentukan dibagian Kraton, jang disebut Sri Manganti. Untuk dapat mengetahui lebih landjut tentang susunan dan segala sesualu mengenai Pengadilan, lihatlah Rijksblad Kasultanan th. 1927 No. 35 tersebut diatas.

Pada djaman Kemerdekaan, dalam tahun 1947 ketika Mr. Susanto Tirtoprodjo mendjabat Menteri Kehakiman, maka Pengadilan Kraton Darah Dalem tersebut, dengan pernjataan tiada berkeberatan dari S.P. Sultan Hamengku Buana IX dihapuskan, bersama-sama dengan „Pradata Gede” dari Kasunanan dan „Pradata” dari Mangku-

52