Disamping itu masih ada beberapa mata peladjaranjang berdasarkan ketenteraan,
pertanian, dan kebudajaan, ialah:
1. Menari (tarian puteri).
2. Menari (bermatjam-matjam tari-tarian bagi para kaum laki-laki).
3. Memilih dan menunggang kuda.
4. Latihan berperang, tiap-tiap Saptu di Aloon-aloon Utara, pada k.l. djam 16 sampai djam 18.
5. Latihan melepaskan anak panah.
6. Menatah dan menjungging wajang.
7. Membuat dan melaras (nglaras Djawa) gamelan.
8. Seni bangunan.
9. Memelihara segala tanam-tanaman jang biasa ditanam dipekarangan,
ladang, sawah dan perkebunan.
10. Saluran pengairan dan bendungan untuk pertanian rakjat.
Perlu diterangkan bahwa peninggalan jang masih nampak bekasnja:
Pes{raman Tjode (sebelah utara Tugu).
Pasiraman Tandjungtirta (ditepi sungai Opak sebelah timur pangkalan
terbang di Magua).
Sendang Kasihan.
Sendang Sempor.
Sendang Tjilereng (Kulon Progo).
Meskipun udjudnja pasiraman-dalem (pemandian Radja) tetapi sebenarnja
merupakan waduk, saluran dan pengairan untuk pertariian rakjat.
Mata peladjaran pada sekolah Tamanan itu, apabila kita lihat dengan katjamata kemadjuan jang tumbuh pada dewasa ini, djauh lebih sempurna. Tetapi karena
satu dan lain sebab, maka sekolah itu sedjak tahun 1830 mulai dikurangi mata peladjarannja jang_pentirig bukan sedjak achir tahun 1900 sudah tidak terdapat bekas-bekasnja,
hanja tinggal naluri sematjam dokumentasi-hidup.
Pada masa kepala sekolah Tamanan tersebut, jang bernama Ngabei Djajengwisraba, peladjararmja tinggal dua matjam sadja, jaitu membatja huruf Djawa dan
mengadji (membatja huruf Arab). Sekolah ini hingga pemerintah Sri Sultan Hamengku
Buwono VIII.
Menurut sedjarah pada tahun 1813 berdirilah Pemerintah Kadipaten Paku-Alaman
sebagai Swapradja, jang mempunjai badan Pemerintah jang tersendiri. Daerah jang
termasuk dalam lingkungan Kadi paten Paku-Alaman ialah:
1. Dalam kota, sebagian ketjil tanah jang terletak sebelah timur sungai Tjode.
2. Luar kota, dalam sedjarah disebut tanah Karangkumuning, Kulon-Progo sebelah selatan.
Sudah barang tentu Pemerintah jatlg baru itu harus mengangkat alat Pemerintah jang serba baru djuga. Lantaran belum banjak orang-orang jang patut diserahi memegang dan bertanggung djawab atas Negara, maka Kangdjeng Gusti Pangeran.