„SABAR adalah satu maha - penjakit jang sangat berbahaja,” demikianlah orang mengatakan. Tetapi „sabar adalah djimat jang maha-sakti,” kata orang lain pula. Kedua keterangan jang sangat bertentangan itu djika dipikirkan lebih dalam memang semua benar, sebab perkataan sabar biarpun sering terdengar akan tetapi sebenarnja sangat sulit. Djangan pula untuk dikerdjakannja sedangkan dimengertinja masih sering keliru, karena kebanjakan memandangnja dari sudut paling gampang, dan ditambahi sudut nafsu duniawi sadja. Orang jang sabar dianggap rugi, terbelakang, penakut, lemah, kurang semangat, mlempem. Dari sudut itu pula orang bisa menangkap sabar itu sebagai sifat jang baik, jaitu bagi diri seorang jang mempunjai sifat rendah, jang ingin bernaung sadja dibawah pandji sabar, jang sebetulnja tidak lain melainkan „asal dirinja slamet”.
Menurut keterangan diatas ini, maka anggapan pada perkataan sabar itu lalu dibolak balik, dan oleh karenanja kedua-duanja salah. Sebab fihak pertama sabar digunakan untuk mentjela orang lain, sedangkan fihak kedua sabar digunakan untuk memudji-pudji diri sendiri. Dalam galibnja sabar itu suatu sifat dari seorang Ksatrya jang luhur (bukan sabar jang hanja tidak gampang marah, terima sadja segala apa serba sedikit, dll.) Sabar jang dikandung dalam dada Ksatrya bukan sadja berdasarkan tadjamnja tjipta, tetapi pula halusnja Rasa dan kuatnja Karsa. Sabar ialah usaha dengan tenang, berhati-hati tidak terburu nafsu, menanti waktu jang tepat dan seksama, dan djika perlu tahan udji, tahan penderitaan, tidak karena memang bodoh. Selandjutnja tidak mundur karena rintangan apa sadja sebelum tudjuan jang mulia dan sutji tertjapai.
Dan kesemuanja ini tidak karena kepentingan sendiri, melainkan karena kewadjiban untuk mentjipta atau memurba keselamatan umum jang kekal. Seorang Ksatrya gemblengan tahu dimana ia memfi'ilkan hati jang sabar itu.