diri mendjadi senapati rakjat jang sudah liwat sederhananja, Rakjat jang sudah tidak butuh lagi pada tutur, tetapi pada makmur, Rakjat jang bukan zamannja lagi diajun2kan, diadjak-adjak. . . . . . . . . . . .
Dalam zaman Purwa ada dua tingkatan Ksatrya. Ksatrya Pendawa adalah berlainan dengan Ksatrya Astina. Ksatrya-Aria Dursasana djuga ingin mengaku atau menjebutkan dirinja sebagai Werkudara atau Bimanja Astina. Akan tetapi kita tentu dapat menimbang, bahwa Aria Dursasana tahadi jang sebetulnja hanja bisa ketawa_gelak2 ta’ akan mendapat memadai Aria Sena dalam Ksatryannja. . . . . . . . . . .
Kodrat alam selalu meneropong djedjak manusia. Agaknja saat datanglah untuk menanjakan kepada Kodrat Alam itu pula, bilakah muntjulnja para Ksatrya sedjati jang ikut serta dalam Medan Kurusetra tahadi. Tiada seorangpun jang dapat menetapkan ini, karena tadi djuga sudah terkupas, bahwa Ksatrya tidak ditetapkan, tidak di-adjak-adjak.