ARTI Ksatryaan dan Kesusilaan sudah kami terangkan. Maka baiklah kiranja agar ta’ putus perhubungannja kini arti, korban pula kami kupas. Sebab seorang Ksatrya jang tjukup bulat pegang Kesusilaannja tidak pantas diam2 tinggal diluar tempat perdjuangan, tidak pantas pula berdiri dipinggirnja. la harus terdjun ketengah gelanggang, untuk membuktikan sifat-sifatnja dengan sjah dan njata. Demikianlah djika ia memang jakin akan kesempatan memperlihatkan ke-Ksatryanja. Bukti-bukti itulah jang dinamai korban.
Korban memang mendjadi pekerdjaan seorang jang berbuat luhur tahu akan kewadjiban hidup, untuk tjita2 setiap detik, menjingkiri kesenangan, dan hiburan. Pendek kata, korban sudah melekat sekali pada tulang sungsumnja.
Seorang jang berbudi luhur belum tjukup berdiri sebagai Ksatrya Susila, djika tidak dengan seketika membuktikan korbannja.
Marilah disini kita meneropong arti korban itu lebih landjut. Korban ialah satu tindakan jang dilakukan karena berhubungan dengan setiap kenangan atau tudjuan, baik jang penting dan luhur, maupun jang ketjil-ketjil.
Tindakan korban itu dapat dibagi atas 3 tingkatan: tingkatan pertama ialah memberi (jang berarti melepaskan barang sesuatu jang amat digemari, disukai, disajangi atau ditjintai), tingkat kedua ialah menerima, tingkatan ketiga ialah memberi lagi (kepada orang lain, bersifat amal atau untuk keperluan umum).
Djadi djika kita sebutkan sekaligus sebagai mantram, maka korban = memberi -|- menerima — memberi. ;
Dengan mantram jang sederhana tetapi agak tepat singkat ini, mudahlah orang dapat mengukur atau menebak dadanja, apakah tindakannja sudah patut disebut korban. Djadi sudahkah ia memberi, menerima dan memberi lagi?.
Djika korban itu tidak lengkap dilakukannja menurut susunan mantram itu, maka peristiwa jang gandjil dan menjedihkan bisa terdjadi. Misalnja seorang mem-
13