mengungkap tindak pidana dan menemukan pelakunya, penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana menjadi bagian utama dari penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana. Selain itu, dalam rangka memperkuat ketentuan-ketentuan pidana yang sudah ada, beberapa negara mengadopsi ketentuan-ketentuan yang berasal dari ketentuan-ketentuan perdata untuk menuntut pengembalian hasil tindak pidana.[1] Penuntutan secara perdata tersebut dapat penuntutan dilakukan pidana secara terhadap terpisah pelaku dari tindak upaya pidana. Berdasarkan pengalaman yang ada, penerapan pendekatan seperti ini di sejumlah negara terbukti efektif dalam hal meningkatkan nilai hasil tindak pidana yang dapat dirampas.[2]
Negara-negara Pihak yang telah menandatangani dan meratifikasi UNCAC, sebagai negara korban praktik korupsi memiliki hak untuk dapat mengembalikan hasil korupsi yang telah dikirim ke luar negeri. Pasal 53 UNCAC dirancang untuk memastikan bahwa setiap Negara Pihak mengakui Negara Pihak lainnya memiliki legal standing yang sama dalam melakukan tindakan sipil dan cara langsung lainnya untuk memulihkan properti (harta kekayaan) yang diperoleh secara
- ↑ Inggris dan Australia pada tahun 2002 menyusun undang-undang yang dikenal sebagai Proceed of Crime Act yang mengatur mengenai upaya penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana dengan mengadopsi ketentuan-ketentuan di dalam hukum perdata. Amerika Serikat pada tahun … memperbarui ketentuan serupa. Selandia Baru pada tahun 2005 juga menyusun undang-undang serupa dengan judul Criminal Proceeds and Instruments Bill.
- ↑ Explanatory Note New Zealand Criminal Proceeds and Instruments Bill menyatakan bahwa … Other jurisdiction, in Australia, Ireland and the United Kingdom, have introduced legislation that enable criminal proceeds to be targeted without a conviction necessarily being obtained. These regimes are proving considerably more effective than previous laws in terms of the value of criminal proceeds confisticated.
~12~