Halaman:Memutuskan pertalian.pdf/26

Halaman ini tervalidasi

Tunggulah kabar dari saya dan jemputlah isteri Sutan ke mari. Lagi pula kalau Sutan berangkat bersama-sama sekarang, saya rasa banyak susahnya. Sutan belum pernah ke Pontianak, kenalan belum ada. Rumah dan perkakasnya pun tak ada pula. Mana nanti yang akan Sutan urus? Pekerjaan belum tentu, tempat tinggal belum ada, ini dan itu belum sedia. Susah, bukan? Akan tetapi jika Sutan berangkat lebih dahulu, boleh Sutan bersedia. Sutan senang, kami datang segalanya sudah ada. Cobalah Sutan pikirkan benar tidaknya perkataan saya itu:"

Guru Kasim termenung mendengar kata Datuk Besar. Ia yakin, bahwa Jamilah takkan diizinkan ibunya berangkat ketika itu. Ia tahu pula bagaimana keras hati mentuanya. Jika dipaksanya juga, tak dapat tiada perceraian tentangannya. Perkataan Datuk Besar terbenar pula di hatinya. Susah.... memang susah Jamilah dibawa bersama-sama. Berlayar sekali itu, anak beranak pula . . . . . . bahkan seluk-beluk negeri itu belum diketahui, tentu boleh berbahaya kelak. Maka ia pun berkata, katanya, "Benar pula kata mamak itu ! Saya pun sesuai dengan pikiran mamak. Jika demikian yang akan baik, biarlah saya berangkat sendiri saja dahulu. Tentang menjemput atau mengantarkan Jamilah ke Pontianak, mamak. tunggulah khabar dari saya nanti."

Tiaman berseri mukanya mendengar perkataan menantunya demikian itu. Lapang dadanya, senang rasa hatinya. Ia berkata sendirinya ~ "Perkara nan ti, nanti pula dihitung. Asal terlepas sekarang, Jamilah tak jadi dibawanya, sudah cukup."

Demikianlah, kira-kira pukul 11 malam, barulah selesai percakapan itu. Datuk Besar pulang ke rumah isterinya di Jangkak, dan Tiaman pulang pula, di antarkan oleh guru Kasim dengan isterinya.

28