Halaman:Memutuskan pertalian.pdf/40

Halaman ini tervalidasi

hari lagi. Rasakan hendak dicabiknya hari yang empat itu supaya lekas sampai. Segala yang perlu untuk pelayaran sudah selesai semuanya. Tiket kapal sudah ada, pakaian yang akan dibawa sudah masuk kopor semuanya. Tak ada lagi yang akan diurus, hanya tinggal mengangkat saja lagi. Rumah pun sementara ia pulang sudah dipetaruhkannya kepada induk semangnya.

Semakin dikenangkan guru Kasim hari berangkatnya itu, semakin gelisah hatinya. Sebab itu sambil berdiri, ia pun berkata pula sendirinya; "Lebih baik aku berjalan-jalan merintang-rintang hati. Jika aku di rumah jua, sangat lama rasanya hari malam. Lagi pula, entah apa sebabnya, hatiku tak senang sedikit jua, perasaanku pun kurang sedap."

Guru Kasim berjalan-jalan ke pasar, dari sana terus ke pelabuhan, akan melihat-lihat kapal yang masuk. Akan tetapi sampai di sana, jangankan angan-angan itu hilang, melainkan makin jadi. Melihat matahari yang kuning emas kemerah-merahan seakan-akan timbul tenggelam, karena alun air laut yang turun naik, semakin jauh perasaannya. Sedang ia merenung ke laut lepas, memandang air meriak lambat dan melihat ombak berkejar-kejaran, sekonyong-konyong terbayang di matanya Syahrul anaknya berlari-lari dari tengah lautan, menangis memanggil ayah, sambil mengangkat kedua belah tangannya. Untung guru Kasim lekas insaf akan diri, jika tidak tentu ia telah masuk laut akan mengambil anaknya. Ia maklum bahwa pemandangannya salah, sebab itu dengan segera ia berpaling lalu pulang ke rumahnya. Sepanjang jalan ia tidak menengok kiri kanan, melainkan terus saja berjalan. Sampai di pasar guru Kasim bertemu dengan kawannya engku Harun orang Padang juga, menjadi adjunct jaksa pada landraad Pontianak. Ketika itu hari telah malam, maka mereka pun berjalan-jalan sepenuh pasar. Penat berjalan keduanya pergi menonton komidi bangsawan yang belum lama datang dari Medan. Karena lawak komidi itu amat pandai menggelikan hati penonton, maka angan-angan guru Kasim ke kampung hilanglah. Pukul 12 barulah mereka itu pulang ke rumahnya masing-masing.

Murai berkicau hari siang, burung-burung telah beterbangan kian ke mari mencari mangsanya. Sudah tiga kali induk semang guru Kasim menokok pintu kamarnya, baharulah ia terbangun dari pada tidurnya. Setelah sudah mandi dan berpakai, maka ia pun pergilah makan pagi. Sedang makan induk semangnya selalu memperhatikan dia. Ketika guru Kasim sudah makan, maka induk semangnya

42