Halaman:Memutuskan pertalian.pdf/48

Halaman ini tervalidasi

duduk di atas tanah. Dengan segera ia berdiri, Syahrul dipangkunya dan berkata, katanya, "Nenekmu di mana, Rul?"

"Nenek di parak, ayah!" sahut anak itu.

"Panggillah ke mari, katakan ayah datang!"

Dengan tidak menjawab sepatah kata jua pun, Syahrul berlari ke belakang rumah mendapatkan neneknya. Guru Kasim naiklah ke rumah. Sebentar kemudian Tiaman datang, lalu menangis tersedu-sedu, terkenangkan anaknya yang baru meninggal. Setelah Tiaman berhenti daripada menangis, maka ditanyakanlah oleh guru Kasim apa penyakit isterinya yang membawa maut itu. Mentuanya menerangkan, bahwa Jamilah pada suatu petang sakit perut sekonyong-konyong, dan besoknya berpulang ke rahmatullah.

"Sungguh ajaib penyakit Jamilah!" ujar guru Kasim.

"Bukannya dia saja yang meninggal karena sakit perut demikian!" jawab Tiaman sambil menghapus air matanya yang hendak jatuh pula." Orang lain, orang kampung kita ini, banyak pula yang meninggal karena itu. Berpuluh mayat diusung orang ke kubur setiap hari. Amat sibuk masa itu, ngeri badan memikirkannya. Mengingatkan nyawa ini rupanya sangat rapuh ketika itu, tiap-tiap orang dalam ketakutan. Baru dalam minggu ini agak sunyi dan hati orang agak senang sedikit, karena tidak kedengaran lagi ratap tangis orang yang kematian keluarganya."

Mendengar perkataan mentuanya itu, yakinlah guru Kasim, bahwa kematian isterinya itu disebabkan penyakit kolera jua. Lama mereka itu bercakap-cakap; Tiaman menceriterakan bagaimana keadaan negeri selama ditinggalkan menantunya. Guru Kasim pun tidak pula lupa menceriterakan negeri Pontianak. Persangkaan mentuanya yang berlebih-lebihan tentang kayau mengayau di Borneo, diceriterakannya jua, bahwa hal itu hampir tak ada lagi kejadian di pulau itu. Setelah agak jauh malam, sesudah makan dan minum, guru Kasim bermohon diri hendak ke Aur Kuning. Meskipun ia ditahan mentuanya, supaya di sana saja tidur malam itu, tetapi guru Kasim meminta dengan sangat, sebab ada yang perlu hendak diperkatakannya dengan keluarganya. Dengan alasan itu, maka ia pun diizinkan mentuanya ke Aur Kuning, dan Syahrul ikut pula, karena dia tak hendak bercerai dengan ayahnya.

Pada keesokan harinya guru Kasim dua beranak pergi ke ku-

50