Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/113

Halaman ini tervalidasi
  1. Hukum adat dibedakan dengan adat.

 Adapun adat dengan lembaga itu baris dengan belebas, jang dipakai orang masa kini pada tiap2 desa dan nagari di Sumatera Barat, adat jang turun temurun dari nenek Katumanggungan dan Perpatih Nan Sabatang, berbeda dengan adat tiru menitu. Segala adat2 itu diperbuat orang tua2, kalau buruk ada eloknja, kalau rugi menentang laba, namun djerih pajah menentang perolehan, tidaklah beliau sia2, kalau akan kebermakanan, tidak itu mendjadi adat.

 Mula2 orang membuat segala adat lembaga itu tidak selesai sebari dua hari, tidaknja sudah sepckan, sampai berbulan dan bertahun, orang menimbang buruk baiknja, mudharat dan manfa'atnja, sudah ditinting ditampi teras, sudah diudji dibandingnja, ditjari dengan kata mufakat, kalau bulat sudah boleh digulingkan, djikalau pipih sudah boleh dilajangkan, achirnja dipateri dengan sumpah satir, jang tidak akan ubah mengubahi, lantas kepada anak tjutju, tetap selamanja, jakni selama gagak hitam, selama air hilir dan selama gunung Merapi masih berdiri, begitu benar buatan orang tua2 dahulu, ketika membuat adat itu. Selandjutnja dikatakan bahwa: Adapun nenek jang bertiga (maksudnja Dt. Ketumanggungan, Dt. Perpatih Nan Sebatang dan Dt. Suri Maharadjo) adalah orang keramat hidup2, mashur sampai sekarang apa jang diperbuatnja mendjadi belaka semuanja.

 Berbeda dengan adat tiru meniru, djangan disamakan tepung dengan kapur walaupun itu sama putih namun rasanja ber-lain2an. Adapun jang dinamakan adat tiru meniru ialah ibarat pakaian orang, elok dipandang mata, nieniru orang pertama, kedua, sampai sepuluh dua puluh orang, makin lama makin diingini orang, maka memakai orang semuanja. Achirnja mendjadi adat pula pakaian itu, adat tiru meniru, kalau diasak dia akan mati, namun ditjabut dia akan lajur.

 Soalnja sekarang apakah adat itu? Ada orang jang mengatakan bahwa adat ialah taja-tjara jang sudah terpakai lazim sedari zaman dahulu. Rumusan ini tidak salah, tetapi djuga tidak benar. Betul tingkah laku termaksud kesekaliannja itu merupakan tata-tjara sendiri dari bangsa bersangkutan, dan tata-tjara itu selalu dipakainja itu mungkin karena "sleur", "tradisi", kebiasaan belaka. Baru manakala dipakainja itu berdasarkan keinsjafan bahwa itu patut dalam arti objektief, maka tata-fjara itu adalah adat. Djadi unsur kepatutan jang primair, bukan unsur kebiasaan, kelaziman.

 Berhubung dengan itu ada satu hal jang harus diingat, jakni tingkahlaku' itu selalu ber-ubah2, selalu "mendjadi", mengikuti kehidupan masjarakat jang memegang teguh padanja. Tingkahlaku jang kemaren.

99