Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/114

Halaman ini tervalidasi

masih adat, lusa atau kemudian hari boleh djadi sudah bukan adat lagi, tidak dianggap patut lagi. Dan sebaliknja tingkahlaku jang dahulu dipandang tidak patut, mungkin sekarang atau lusa dirasakan sudah seharusnja, tak dapat tidak. Terutama dalam masa revolusi, ubah-bergatinja norma tentang jang dirasa patut atau tidak patut itu sangat tjepat.

Dengan demikian kiranja dapatlah dimengerti bahwa tidak perlu adanja iebih dahulu tindakan2 jang ber-ulang2 terdjadi, supaja merupakan adat. Satu kali djadi djika sungguh dirasa sepatutnja (dalam arti objektif) itulah adat.

Achirnja sampailah kita kepada perumusan, dimana setjara singkat dapatlah dirumuskan:

"Adat ialah tingkahlaku jang oleh dan dalam sesuatu masjarakat sudah, sedang, akan diadatkan. Dan adat itu ada jang "tebal". ada jang "tipis" dan senantiasa "menebal" dan "menipis".

Aturan tingkahlaku manusia dalam masjarakat sebagaimana dimaksudkan tadi, adalah aturan2 adat. Akan tetapi ada pula aturan2 tingkahlaku jang merupakan aturan hukum.

Apakalı jang adat dan manakah jang "hukum"? Manakah jang hukum, dan manakah jang bukan hukum serta mana pula jang "adat" belaka. Dimana letak batasnja? Untuk ringkasnja dapatlah dan tjukup ditundjukkan kriterium formil, jaitu mengenai tjara penglaksanaan. Tjara melaksanakan aturan2 hukum itulah jang membedakannja dari pada aturan2 jang adat belaka. Didalam masarakat kelihatan bahwa ada susunan badan2 atau orang2 tertentu jang djustru mempunjai tugas untuk melaksanakan, memperlakukan, mempertahankan aturan2 tingkahlaku tertentu dengan tjara tertentu pula, disertai akibat2 tertentu.

Badan2 tertentu atau orang2 tertentu jang mempunjai tugas sedemikian itu lazim disebut "jang berwadjib", "pihak penguasa", "petugas hukum”. Mereka itu (petugas hukum) tugasnja menetapkan apa jang hukum didalam batas lingkungan wewenangnja masing2, guna untuk niemenuhir "sjarat2 jang adil untuk ketenteraman, kesusilaan dan kesedjahteraan dalam suatu masjarakat jang demokratis". (menurut istilah pasal 33 UUDS 1950).

Penetapan2 para petugas hukum itu mempunjai kekuatan mengikat sehingga selandjutnja dapat merupakan pedoman tingkahlaku "hukum" bayi pura warga masjarakat. Pada saat penetapan inilah aturan tingkahlaku adat itu tegas berwudjud hukum. Saat penetapan dapat disebut "existential moment"nja hukum itu, d.p.l. oleh jang berwadjib dengan ketetapanja, apa jang adat di "Hukum"kan.

100