“Alah bakarih samparono - Bingkisan radjo Madjopahik
Tuah basabab bakarano - Pandai batenggang di nan sampik
Tadjam alah tjatak pun ado - Tingga dibawa menjimpaikan
Adat alah Sjarak pun ado - Tingga diawak mamakaikan”.
Usang2 babarui, lapuek2 baganti, maka pada permulaan tahun 1967 tanggal 26 s/d 28 Djanuari 1967, dalam Kerapatan Besar Pemangku Adat jang diadakan oleh L.K.A.A,M. Sumatera Barat di Padangpandjang, kato-pusako seperti tersebut diatas dibaharui lagi dalam bentuk keputusan jang menetapkan bahwa: ”Falsafat Hukum Adat Minangkabau adalah : Adat basandi Sjarak, Sjarak basandi Kitabullah, identik dengan falsafat Negara Pantjasila”. Dengan demikian tambah djelaslah, bahwa sublimatif perkembangan hukum Adat itu selalu menjurus kepada kemadjuan dan keluhurannja menudju jang lebih sempurna dalam susunan maupun dalam pelaksanaan walaupun dengan tjara beransur-ansur, Buja Dr. HAMKA dalam karangan beliau Ajahku antara lain berkata :
"Oleh sebab itu njata sekalilah bahwa. Adat Minangkabau itu
disusun oleh Islam atau dipakai oleh Islam buat melantjarkan
kehendaknja, mengatur masjarakat Minangkabau dengan
alatnja jang tersedia padanja. Dan oleh sebab itu pula maka
diantara Adat dan Sjarak di Minangkabau pajah menjisihkan-
nja, Sebab ia bukan seperti minjak dengan air, melainkan ber-
padu satu, sebagai perpaduan minjak dengan air dalam susu.
Sebab Islam bukan tempel-tempelan dalam Adat Minang-
kabau, tetapi suatu susunan Islam jang dibuat menurut pan-
dangan hidup orang Minangkabau”.
Berdasarkan kenjataan seperti tersebut diatas, berkenaan dengan hukum waris, tjara beransur-ansur sesuai dergan tata kebidjaksanaan jang dipelihara di Minangkabau ini, pada Kerapatan Besar Ninik-Mamak, Alim-ulama, dan para Tjendekiawan jang telah diadakan di Gedung Nasional Bukittinggi tahun 1952, jang dihadiri djuga oleh toko2 Adat dan Agama scrta Tjendekiawan jang berada di Minangkabau maupun jang ada dirantau, jang antara lain dihadiri oleh Injiek H. Agus Salim almarhum, dimana dalam Kerapatan Besar itu telah diputuskan antara lain :
(1) Tentang Pusako-Tinggi seperti biasa sebagai Pusako-Basalin jang
turun-temurun dari Niniek ke Mamak dan dari Mamak turun ke
Kamenakan datam rangka memelihara dan mempertahankan
sistem matriarchaat jare bukan sedikit djasanja sebagai benteng
jang kokoh mempertahankan tjupak djo gantang, serta Adat djo
123