Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/145

Halaman ini tervalidasi

wanita. sehingga di Minangkabau jang punja rumah gadang jalan wanita. Jang laki2. mamak, bapak dan dunsanak, adalah mentjari, dan semua pentjarian itu semuanja dikumpulkan pada anak kemenakan wanita. Buktinja di Minangkabau ini kalau ada anak dua orang, satu laki2 dan satu perempuan, umpamanja laki2 namanja Abdullah dan perempuan namanja Fatimah. Kalau ada disitu rumah gadang dan orang bertanja: itu rumah siapa2 Lalu orang mendjawab: bahwa itu rumah si Fatimah. Tidak ada orang jang menyebut: itu rumah si Abdullah. Kalau akan disebut djuga nama lak barus diberi tambahnja. umpamanja itu rumah gadang kemenakan Datuk Anu atau rumah dunsanak si Abdullah, dan sebagainja. Dan kalau disebut langsung nama laki2, seperti itu rumah si Abdullah, artinja soal lain, jaitu bahwa itu adalah rumah isterinja, bukan rumah adiknja. Begitulah adat Minangkabau mengagungkan anik wanita dan akan gembiralah anak laki2 kalau diagungkan adiknja atau kakaknja atau kemenakannja jang wanita punja rumah gadang, punja sawah gadang dan lain2 sebagainja. Walau dia sendiri jang berdjerih dan berpajah dalam hal itu.

 Mari kita selidiki mengapa mendjadi demikian, Sebabnja ialah untuk mendjaga keamanan dan kemakmuran dalam negeri, sehingga dengan demikian akan terhindarlah perempuan rando jang tidak bersuami, jang mundar mandir, terhindarlah anak jatim jang tidak adu bapak, jang terlantar Iridupnja. Karena menurut pepatah adat Minangkabau dua orang laki isteri akan mengalami salah satu diantar: dua, jaitu kok elok tempat berbaur, kok buruk tempat bertjerai. Artinja kalau kedua laki isteri itu serasi dan sepaham tentu dia kedua akan tetap bergaul. Dan kalau timbul perselisihan paham antara keduanja akan bertjerai. Dan adakalanja untung jang mentjeraikan. seperti suaminja jang meninggal dunia.

 Kalau ditakdirkan bertjerui Jaki isteri, kaum wanita tidak akan jemas, karena kalau Laki2 mau tjerai, silahkan djalan dari rumahnja, tjarilah pondok tempat diam, dan si-istcri atau perempuan akan tetap dirumahnja, sawah Jadangpun ada. Begitu pula kalau sisuami mati meninggal dunia, maka si-isteri dan anak'nja tidak begitu tjcmas karena dia beserta unak2nja masih tetap pada rumahnja semula. Tetapi kalau umpamanja si-isteri dibawa kerumah si-suami, maka apabila timbul pertjeraian, baik pertjeraian sementara hidup atau pertjeraian dengan mati, si-isteri akan terpaksa berangkat meninggalkan rumah tersebut dimana dia diam semasa bergaul dengan suaminja. Dan ia bersama anaknja, kalau bapaknja tidak ada lagi terpaksa terlunta-lunta, mentjari tempat dimana dia akan diam. Maka timbullah pelatjuran, timbullah anak jatim jang terlunta. dan lain sebagainja.

131