Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/157

Halaman ini tervalidasi

 Djadi kesimpulannja kalau didalam falsafah adat Minangkabau itu, maka menggadaikan tanah itu pada dasarnja adalah djuga tidak dibenarkan. Karena walaupun dibukakan pintu untuk membolehkannja, sjarat2 itu baru dapat dipenuhi dengan susah sekali, hingga mungkin tidak bisa didapat. karenanja dapat dianggap sebagai suatu pelarangan jang tidak njata.

 Memang banjak orang Minangkabau sendiri jang menjalah-tafsir- kan pepatah2 adat itu jang merupakan sumber hukum adat Minangkabau, hingga dalam pelaksanaannja menjimpang dari tudjuan. Sebagai tjontoh misalnja pepatah jang berbunji :
    “Titian biaso lapuek,
    Djandji biaso mukie”.

 Pepatah jni sering diartikan djandji itu se-olah2 boleh sadja dimungkiri, hingga kalau diundang rapat djam 8.00 mereka baru datang djam 9.00 atau lebih. Pada hal maksud pepatah itu adalah karena titian itu biasa djuga mengalami kelapukan, maka dalam menit titian itu hendaklah hati2, djangan sampai terperosok kedalam kali jang diseberangi. Begitu pula djandji itu sering pula jang dimungkiri orang. Oleh sebab itu dalam mengikat djandji haruslah hati2 apakah djandji bisa ditepati atau tidak. Djanganlah diadakan djandji2, sedangkan untuk memenuhinja belum tentu bisa.

III. 'Gadai menunu hukum Islam.
 Sepandjang pengetahuan penulis, gadai seperti jang dimaksudkan diatas tidak ada ketentuan2 (ajat dan hadis) jang chusus, tetapi berdasarkan ajat2 jang ada, dapat dikatakan bahwa gadai tanah seperti jang disebutkan diatas adalah terlarang menurut hukum Islam, Lihat misalnja ajat2 jang berikut ini:
 “Djanganlah kamu makan riba ... dls” (Surat Ali Imran,
 ajat 130).
 .. Diharuskan Allah berdjual beli dan diharamkanNja ri-
 ba...” (Surat Al-Baqarah, ajat 275).
 Djika kamu dalam perdjalanan dan tidak mempunjai djuru-
 tulis hendaklah kamu terima rahan (borg atau gadai) teta-
 pi djika kamu pertjaja kepada orang jang berhutang itu ma-
 ka tidak ada pula kamu terima gadai dari padanja, Oleh se-
 bab itu hendaklah membajar orang jang berhutang itu akan
 hutang-nja serta haruslah takut kepada Allah.
 Barang siapa jang menjembunjikan saksi berdosalah hatinja.
 Allah mengetahui apa jang kamu kerdjakan"” (Surat Al-Ba-
 qarah, ajat 283).

148