Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/158

Halaman ini tervalidasi

Dengan menelaah ajat diatas, djelaslah bahwa Islam melarang melakukan pemerasan (riba). Gadai jang dibenarkan dalam Islam adalah gadai jang berupa djaminan atau barang semata, dimana terhadap barang² jang digadaikan itu pemegang tak berhak memungut hasil apa². Lain halnja dengan gadai tanah seperti diuraikan diatas, dimana sipemegang gadai itu berhak memungut hasil dari tanah jang tergadai itu. Pemungutan hasil dapat dianggap sebagai bunga dari hutang sipenggadai, jang dapat disamakan dengan riba barangkali.


Djuga dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah lebih menjukai melakukan djual beli dari pada mendjalankan hutang piutang.


Djadi setjara juridis dapat disimpulkan bahwa hukum Islam tidak membenarkan penggadaian tanah seperti tersebut diatas.

Dalam pada itu patut dikemukakan bahwa agama Islam masuk ke Minangkabau setelah adanja adat Minangkabau. Artinja adat Minangkabau itu lebih tua dari agama Islam didaerah Minangkabau. Namun demikian seperti dikemukakan oleh Nasrun (1957) Islam itu tidaklah bertentangan dengan adat Minangkabau, melainkan Islam itu menjempurnakan adat Minangkabau. Hal ini dapat diibuktikan dengan adanja pepatah adat jang berbunji:

"Adat basandi sjarak
Sjarak basandi kitabullah".

Inilah pula sebabnja barangkali kenapa Islam itu dengan mudah tjepat berkembang di Minangkabau. Dengan diterimanja Islam di Minangkabau maka hukum adat itu disesuaikan dengan hukum² Islam termasuk dalam hal ini penggadaian tanah. Hal ini terlihat dengan njata didaerah luhak nan tiga jang merupakan pusat adat Minangkabau, jakni Agam, Lima Puluh Kota dan Tanah Datar.

Didaerah ini kalau kita teliti tentang penggadaian tanah itu, terlihat adanja kombinasi pengaruh adat dan agama terhadap masaalah penggadaian tanah ini. Dalam hubungan ini betul² terlihat adat dipakai dan sjarak dipenuhi dalam penggadaian tanah ini, dimana sudah mulai ditinggalkan istilah penggadaian tanah, diganti dengan istilah "djual beli ta'lik". Artinja setjara adat surat menjuratnja dan tjara²nya tetap seperti melakukan penggadaian tanah biasa, karena menurut adat tanah pusaka tak boleh didjual. Setelah surat gadai menurut adat ditanda tangani dilakukan idjab-kabul menurut agama Islam, jakni sipenggadai mengatakan bahwa tanahnja telah didjual kepada sipemegang gadai seharga tertentu dengan perdjandjian bahwa bila sipenggadai ingin membelinja kembali, sipemegang gadai harus bersedia mendjualnja kembali dengan harga menilai pendjualan semula dari tanah jang telah dijual itu (digadaikan), sipemegang tidak boleh

144