Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/162

Halaman ini tervalidasi

Maka dalam hubungan penjelesaian penggadaian tanah di Minangkabau berdasarkan tudjuan dari U.U. No. 56 Prp./1960 diatas, saja ingin pula mengemukakan saran untuk mendjadi bahan perbandingan atau pertimbangan bagi masjarakat Minangkabau dan Pemerintah Daerah Sumatera Barat jakni sbb. :

  1. Bagi mereka jang melakukan gadai tanah menurut adat dan agama tadi, jakni djual beli ta'lik, diambil suatu pegangan jakni hukum agama. Artinja tanah itu didjual dengan perdjandjian tertentu. Dengan demikian surat gadai ditukar dengan surat djual beli jang sesuai dengan akta djual beli jang dikeluarkan oleh departemen Agraria. Perdjandjian ta'lik itu sendiri dapat dimuat dalam bahagian jang kosong pada akta tsb. (Lihat peraturan Menteri Agraria No. 11 th. 1961). Sebabnja ialah karena faktor agama adalah soal kepertjajaan jang tak dapat dipaksakan merobahnja sesuai dengan djaminan U.U.D. Negara kita. Ini baru dapat didjalankan kalau benar djual beli takliq itu dibenarkan menurut hukum Islam, dimana tadi dianggap sebagai suatu problem jang harus dipetjahkan oleh ahli hukum Islam kita.
  2. Bagi mereka jang melakukan gadai menurut adat Minangkabau sadja (seperti jang penulis djumpai didaerah Alahan Pandjang, Solok) maka djalan jang kita tempuh ialah menjelesaikan setjara damai antara kedua belah pihak, akan tetapi tak menjimpang dari U.U. diatas tadi (Perpu 56/60). Badan penjelesai dapat berupa Ninik Mamak kedua belah pihak ditambah dengan alat pemerintah atau Panitia Landreform setempat dimana ninik mamak kedua pihak harus duduk.

 Guna mentjapai tudjuan U.U. tadi, maka dalam penjelesaian setjara damai itu jang mendjadi dasar adalah tingkat kemakmuran atau taraf hidup kedua belah pihak (sipenggadai dan dipemegang gadai) Sebagai (tjontoh dapat digambarkan sbb. :

 Si A adalah sipenggadai dan si B adalah sipemegang gadai. Kalau tingkat kemakmuran si A djauh lebih tinggi dari si B, maka bila didjalankan fasal 7 PERPU 56/1960), dengan sendininja tingkat kemakmuran si A akan mendjadi lebih tinggi, sedangkan tingkat kemakmuran si B akan bertambah rendah. Dengan demikian tudjuan dari pada peraturan tersebut tidak tertjapai. Karenanja tanah tersebut harus ditebus kembali oleh si A kalau ia ingin memilikinja kembali, atau dianggap telah didjual kepada si B, kalau ia tak menebusnja kembali, baik dengan penambahan uang atau tidak, tergantung pada tingkat kemakmuran kedua pihak itu.


148

148