Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/172

Halaman ini tervalidasi

(c). Harta suarang adalah harta bersama. Dengan berobalinja hukum kekeluargaan berobali pula hukum kewarisan, dimana hak waris dari sibapak tidak lagi djatuh kepada kemenakannja, tetapi djatuh kepada anaknja.


Harta jang diperoleh mendjadi harta pentjaharian dan dibawa dalam perkawinan adalah harta bawaan. Harta isteri jang terdapat adalah harta tapatun. Djuga dalam harta perkawinan terdapat perkemhangan jurisprudensi.


Seperti semulanja harta perkawinan terdiri dari harta pentjaharian sadja jang diperoleh masing", kemudian berkembang dengan harta pentjaharian sebelum kawin ditambah dengan harta jang diperoleh dalam perkawinan jang dinamakan Harta Suarang. Kemudian itu harta perkawinan terdiri dari harta suarang sadja. Asal isteri bekerdja untuk kepentingan rumah tangga dianggap telah bekerdja atau berusaha bersama untuk mentjari harta suarang. Harta suarang dapat dibandingkan dengan harta gono-gini. Harta suarang adalah hukum warisan dari organisasi keluarga, sedangkan harta gono-gini djuga hukum warisan dari organisasi keluarga. Karena itu pertumbuhan hukum kewarisan Minangkabau jang berorganisasi bilateral, menurut pendapat Kami, akan berdjalan paralel dengan hukum warisan jang merupakan harta gono-gini berpangkal pada harta bersama dikemudian hari.


Bimbingan dari Mahkamah Agung untuk harta gono-gini dapat kita ambil sebagai pedoman buat hukum kewarisan harta suarang. Pada permulaan terdapat perpisahan harta antara suami dengan isteri; karena pengaruh Hukum Islam serta lalu lintas ekonomi modern, maka harta terpisah djadi harta bersama. Djika pada permulaan perlu adanja izin dari si-isteri djika sisuami ingin mendjual suarang, maka sekarang perizinan tidak diperlukan lagi dari siisteri. Inilah perkembangan terachir jang diperoleh si-suami sebagai mandataris dari si-isteri dan sebagai pemerintah organisasi keluarga.


Bagian dari harta bersama ini terdapat mula² porsi jang lebih banjak untuk sisuani, umpamanja di Bandung suami mendapat dua pertiga bagian dari pono-gini sedangkan isteri mendapat sepertiga bagian.


Sekarang putusan Mahkamah Agung: djika terdjadi pertjeraian antara suami isteri harta bersama harus dibagi fifty2. (Reg. No. 290 K/Sip/1962 - Madjallah Hukum dan Masjarakat th. 1966 No. 1, 2, dan 3 hal. 112). Dalam arti kata bahwa harta bersama dibagi sama rata antara si suami dan si-isteri. Pembahagian ini dianggap sudah pantas dan tepat dalam pertumbuhan Hukum Perdata Adat, djika perhubungan hukum nikah antara suami dan isteri putus. Pendiriannja dengan tegas dikatakan oleh Mahkamah Agung, bahwa pendirian ini sudah mendjadi jurisprudensi Mahkamah Agung.158