Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/179

Halaman ini tervalidasi

Kakinja terhundjam ke Timur, matanja menghadap ke Barat. Ini orang Indonesia sekarang hidup dalam dunia jang terpetjah. Teori atau kata Jan Romein ini dapat ditrapkan kepada orang Minang. Saja dapat mengatakan: "De Minangkabauer leeft in een gespletener wereld". Orang Minangkabau hidup dalam dunia jang lebih terpetjah. Buja Hamka sudah pandjang lebar menerangkan tadi dengan terpetjahoja paradox2. Kita meng-agung2kan adat pusaka kita, adat Minangkabau jang tidak lekang dipanas tak lapuk dihudjan, tapi tindak-tanduk kita, tjara kita hidup, sudah djauh dari itu. Kita hidup dalam dunia jang terpetjah. Ini mesti menghendaki pemetjahan, ini menghendaki penjelesaian. Kalau tidak, adat itu akan hilang atau pupus sama sekali, orang jang akan mengisi. Didalam hukum sadja saudara2 tadi sudah banjak Pantun pepatah dan petitih jang disebut, bagaimana agungnja, lebih2 lagi Prof. Nasrocn, bagaimana baikuja adat, dan Buja Hamka djuga sudah dengan segala keindahan dan iramanja menundjukkan ketjantikan keindahaan adat Minangkabau. Tapi jang didjalankan, jang kita djalankan bukan itu. Kalau tidak ditjari pemetjahannja, penjesuaiannja, ini lama chusus didalam arti ilmu hukum orang lain jang akan mengisi.


Didalam adat Minangkabau banjak istilah jang sebenarnja lebih tepat dipakai dalam ilmu hukum, tapi kami jang muda2 atau masjarakat sekarang tidak mengenal lagi, ketjuali didalam pepatah-petitih atau didalam persembahan2 helat kenduri.


Hukum akan selalu ada maka istilah diambilkan dari orang lain. Pidana misalnja saja rasa tidak ada orang hita jang mengerti artinja. Perdata, kita djangan menjalahkan bangsa kita dari Djawa. Karena kita sudah meninggalkan dan kita hanja bisa mengagumkan tapi tidak mendjalankan, karena tidak sesuai paradox tadi. Orang lain jang mengisi. Kalau tidak salah saja Buja Hamka djuga ada menjebut dalam satu pepatah sebuah istilab dain. jaitu "padahan". "Kaki tatarueng inai Padahannjo, muluik talandjue amch padahanajo". "Sangsinja" dalam ilmu hukum. Sangsi2 itu saja rasa orang kita jang umum itu tidak mengerti artinja sangsi itu. Pada hal padahan sudah mendjadi makanan kita, makaran adat kita se-hari2. Tapi kita tidak bisa memasukkan, menerapkan kedalam undang2 Nasional, karena tidak ada jang menjebut. Kalau ada jang tahu menjebut di Djakarta, misalnja jang muda2, kadang2 orang ketawa atau paling2 hanja mengaduh karena keindahannja. Kalau ada jang menjebut pepatah atau pantun jang mengandung isi jang amat dalam, kita terharu mendengarnja. Tapi kapan dimasukkan dalam peraturan. Anggota D.P.R. itu banjak jang Datuk atau ada jang hergelar Datuk, tapi mana dia memasukkan, mana hasil legislatif jang ada diambilkan, disumbangkan dari Hukum Adat Minangkabau.

165