Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/18

Halaman ini tervalidasi

Tak dapat dilepas dari persoalan Pembangunan Daerah ini adalah masalah politisnja jang meliputi imbangan kekuasaan dalam daerah, antara daerah-pusat, kepentingan militer/pertahanan, masalah friksi politis dan sebagainja. Sebagai pelopor Pembangunan Daerah Dr. Sadeli masih memandang penting peranan Pemerintah dan Kaum Militer.


Suatu prinsip umum mengenai Pembangunan Daerah ditemui dalam Ketetapan Madjelis Permusjawaratan Rakjat (Sementara) No. XXIII/MPRS/1966 tanggal 5 Djuli 1966, dimana prioritas diletakkan kepada rehabilitasi dan penjempurnaan sistem perhubungan dan pembangunan masjarakat desa (fasal 30) jang disangkutkan dengan otonomi pemerintahan jang luas kepada daerah (fasal 31). Pidato Kenegaraan Presiden R.I. tanggal 16 Agustus 1968, mendjelaskan bahwa titik berat pembangunan diletakkan disektor Pertanian dan Agraria; Rentjana Pendahuluan Pola Pembangunan Daerah Lima Tahun Daerah Sumatera Barat djuga menempatkan sektor Pertanian ini sebagai sektor utama.


Dengan demikian djelaslah, betapa penting sebenarnja pembahasan Hukum Tanah dan Hukum Waris ini dalam rangka Pembangunan Daerah jang telah ditetapkan diatas, terutama untuk daerah Sumatera Barat. Di Sumatera Barat tertjatat djumlah sengketa tanah jang relatif,tinggi, jang jelas bukan merupakan pendorong terhadap maksud pembangunan.


Perantauan Jaki2 dalam umur jang ekonomis produktif memerlukan perhatian serius. Ada analisa jang menghubungkan hal ini dengan hukum waris Adat Minangkabau (Hamka). Tidak dapat disangkal tentunja pula betapa besar peranan penguasa tanah adat ini terhadap pembangunan Daerah, dalam arti positif maupun negatif.


Suatu uraian sistematis jang amat baik mengenai pengalaman praktek Pembangunan Daerah ini kita temui dari disertasi Dr. Zainul Jasni pada Universitas Hasanuddin, Makasar, 26 Februari 1968, jang berdjudul: "Ekonoomi Swadaja, Membangun Daerah untuk kemakmuran bangsa dengan case study Sulawesi Selatan". Dengan mengutip istilah Dr. H.W. Singer, Dr. Jasni mengemukakan keharusan "preinvestment infrastucture" - dimana salah satu diantaranja adalah "kontak dan pertemuan periodik dengan pemimpin masjarakat Agama dan Adat serta Parpol dan ormas supaja masalah pembangunan didjadikan pengetahuan bersama dan terutama agar kegiatan penerangan Agama dan kegiatan kursus" Parpol dan Ormas semuanja dapat didjadikan "development oriented". Dengan lain perkataan tjita² pembangunan hendaknja mendjadi bahagian dari nilai jang hidup dalam masjarakat (social values) dan merupakan kehendak (motivation) jang merata.

4