Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/184

Halaman ini tervalidasi

kita kurang tahu soal itu atau kurang mengerti, jang mengerti banja beberapa tapi nggak bersuara. Jang bisa bersuara kurang paham karena nggak vak dia.


Itulah perbenturan tiga, saja melihat keiegangan ini dari itu. Berbentur tiga sistim Hukuni ini. Saja hanja melihat dari segi juridis, dari segi Hukum. Ini perbenturan, saja belum lagi memberikan penilaian, saja tidak akan mengadakan pernilaian. Ketjuali saja pendjabat, saja, karena jang lain sudah mengadakan pernilaian semua. Saja hanja mengadukan permasalahannja sadja. Saja tidak menilai, saja hanja mengkonstatir. Sumbernja adalah perbenturan tiga sistem Hukum ini.


Didaerah lain mungkin ada jang kurang ada jang lebih nampak, tapi di Minangkabau ini jang paling menondjol perbenturan itu jaitu ini : Keluarga, tanah, waris. Itu paling menondjol, karena adatnja masih kuat, Islamnja djuga kuat. Nah, jang Sardjana²nja djuga saja tidak mengatakan impotent. Ini menepuk air didulang, terperijik muka sendiri, termasuk saja ini, mungkin impotent, mengkin kalah suara. Djadi itu jang menjebabkan. Lebih terasa dalam Hukum ini, terasa betul, tapi ini matjam U.U. Pokok Agraria ini Hukum tanah itu nggak terasa disini sadja. Djawa Tengah jang telah begitu indifidualistis, itu malah sampai itu aksi² sepihak, aksi sepihak jang rebut itu, itu kan mengenai hal perbenturan ini. Kalau Hukum jang akan dperlakukan itu memang. Hukum juga dirasakan adil, sudah sesuai dengan hukum masjarakat lah, djalannja akan biasu sadja, malah mendjernihkan. Tapi djustru menjerukan aksi² sepihak. Ratusan ribuan jang menindas, satu² desa menjerbu desa jang lain ambil tanah² pembagian, bagi hasil, matjam²lah alasannja ala Gestapu. Jang pihak lain lagi menjerbu kembali. Sampai sekarang prosesnja masih berlandjut. Tjuma kadang² lebih, kadang² sedikit, tapi sampai sekarang masih berlandjut. Itu tandanja kalau saja sebagai ahli hukum melihat ini hukumnja memang perlu tindjauan. Karena apa jang dinamakan Hukum itu, peraturan itu, harus mendjernihkan, mengatur. Kalau nggak majah mengusut. Kita perlu tindjau kembali, mungkin kita salah merumuskannja.


Dan dalam Hukum waris dan Hukum tanah di Minangkabau inipun demikian. Dan setahu saja pemikiran jang begitu serius sampai kepada peraturan itu belum ada sampai sekarang. Mudah²an seminar bisa menghasilkan betul² sampai pada pelaksanaannja. Kalau tidak berlarut² ketegangan Ini,


Dan Lembaga Pembinaan Hukum Nasional, saja sudah dengar² angin²nja, rantjangan²nja katanja sudah siap, tapi waktu dibatja rantjangan itu ada golongan jang tak setudju, didep lagi. Untuk penjusun-