Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/186

Halaman ini tervalidasi

satu antara kita dengan Djawa, nggak. Djustru memetjah belah, peraturan baru dipetjah belah, bahasanja disekolah rendah diadjarkan bahasa daerah Minangkabau. D. Djawa sampai sekarang sampai di SD kl. Il pun bahasa Djawa bahasa pengantarnja. Itu politik Hukum Belanda. Njatanja sesudah Merdeka, saja nggak menuduh pemerintah melandjutkan politik itu, jah, tapi njatanja hasilnja djuga demikian. Arunja belum selesai, ja, itu jang dilandjutkan.


Misalnja mengenai Agama tadi. Peradilan Agama jang disebut Hukum Islam itu, jaitu, Hukum Islam jang positif, berlaku hanja melalui Peradilan Agama. Hukum ini kalau tidak ada kekuasaan, itu nggak hukun namanja, chajal. Hukum tanpa kekuasaan adalah chajal. Hukum nggak sama dengan kekuasaan. Kalau hukum kekuasaan, ditaktur, tapi hukum tanpa bajangan kekuasaan, tanpa bisa dipaksakan, itu chajal, chajal. Nah, Belanda tahu tentunja. Mula sebelum tahun 1937, 1 April (h. 1937. Tadi pagi Pal. Hazairin telah menjebutkan sekilas, tapi sdr. mungkin ndak memperhatikan, Pengadilan Agama kita ini wewenangnja dia sendiri jang menentukan. Djadi kalau ada orang Islam jang betul heriman, mau mengadakan pembagian, apakah dia mengadili, diadili menurut Hukum Islam, menurut Sjarak, berwenang dia. Belanda politik Hukumnja dia tahu ini, berbahaja ini, sebab kalau Islam ada pemaksaannja, ini berlaku nanti. Lantas diadakan sematjam research, sematiana komisi. Alasannja enak sekali didengar. Mungkin ada disini dari Peradilan Agama, ini bisa supaja dperhatikan sungguh2, alasannja enak sekali. Anggotanja ahli2 Islam, tapi Belanda. Kebetulan satu ada dari kita masuk, Husein Djajadiningrat. Ini katanja bak penghulu² Peradilan Agama ini kurang gensinja, karena gadjinja diambil, siapa jang berperkara sudah putus. gadjinja diambil, siapa jang berperkara gadji diambil 10 perak. Ka'anja ini gadii saja, ini diamblkan dari orang jang herperkara langsung. Djadi katanja itu gensi hakim kurang, Dus gadjinja dari Kas Negeri. Tapi untuk ini harus diteliti betul dulu, ini hukum Islam jang betul2 hidupnja apa ini dulunja.


Nah diadakan Panitia menjelidiki Hukum Islam jang betul² hidup. Hasilnia hanja N.T.R., katanja. Sedjak 1 April 1937 Pengadilan Agama itu, hanja itu wewenangnja. Dan itupun dipotong lagi. Putusan Peradaban itu kalau tidak ada kekuasaan melaksanakannja, itupun djuga nonsen. Saja bisa putus sepuluh kali, tapi kalau saja idak bisa melaksanakan. jang kalah pasti tidak mau melaksanakan. sebab kalan ia sudah melaksanakan tidak sampai kepada saja, kepada Hakim. Nah, siapa jang bernerkara di Pengadilan Agama, kalau jang kalah tidak suka-rela mendjalankan putusannia, jang menang harus pergi kepada Peradilan Negeri. Minta tanda tangan pak Hakim Pengadilan Negeri