Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/188

Halaman ini tervalidasi

ini terus, gol lagi rentjana itu, telah satu faktor tegangnja, ini tetap ada, akan tetap ada. Tahun '57 boleh saksikan, bapak Nasaruddin Taha dan Rivai Junus kita mau, bahkan sudah gol di Konstituante, di Panitia Rermusjawaratan sudah gol pada waktu itu, tapi kemudian parlemen djuga dibubarkan. Apa nasib nan malang bagi umat Islam ini antah baa. Sebab kalau lulus dipanitia permusjawaratan sebetulnja takah tabe Paripurna itu sudah menjetudjui djalannja, tapi sudah dibubarkan, nasib djuo nan malang. Antah kutuek, joh, antah tjobaan, mudah²an tjobaan jang akan dihentikan Tuhan. Djadi politik Hukum, salah satu faktor politik hukum. Kita dengan ndak sadar tetap mendjatankan politik hukum jang dulu, tanpa kita sadari, ja, tentu Pendjabat itu marah nanti. Bapak Brig. Djen. Abd. Manan di Bandjar Masin waktu itu, waktu dia duduk disana, saja djuga bilang, saja nggak menuduh pak Abd. Manan mendjalankan politik Belanda. Tapi njatanja begitu. Djadi salah satu faktor itu.

 Jang kedua ekonomi. Ekonomi, ketegangan hukum tanah, hukum waris ini, dipersoalkan ekonomi tadi, Buja Hamka, pak Hazairin sudah mengatakan demikian, dus saja ndak bilang, Saja akan mengatakan. bahwa kalau ditanja, kalau andai kata, andai kata ditanja kepada jang muda², sardjana², kenapa nggak mau dikampung, kenapa nggak mengakui tjara² adat pusaka matjam ini, semua akan djawab sebagai pantun buja Hamka tadi, jang tadi saja dengar,

          Daulu rabab nan batangkai
          Kini djagueng nan babungo
          Daulu adat nan bapakai
          Kini pitih nan baguno.

 Katanya buja Haruka tadi membisikkan, jo pitih nan baguno, jo ekonomi, walaupun pusako tinggi indak bulieh didjua, didjua sehlah. Nan bidjak rusak nagari karanonjo, ini kita dengar penetrapannja pada kenduri, tapi penetrapannja pada hukum jang berlaku nggak bisa. Kalau terdjadi ketegangan dan kekeruhan dalam masjarakat maka terdjadi tuding menuding, terdjadi soalnja mengambinghitamkan, jah. Pada hal didalam kata adat djuga ditentukan ndak boleh kita menuding-nuding itu, nggak boleh. Limbago djalan nan ditampueh, itu karadjo ninik mamak. sarugo dijinan tagueh, narako dilaku awak. Laku awak nan manjababkan, kito nan salah pangatahuan kurang. Tjontoh. Misalnja, Atjeh daerah Istimewa. berdasarkan kebudajaan daerah, agama dan daerah. Itu diperdjuangkan tahun '57, jang pergi kesana utusan Sumatera Tengah, saja masih ingat waktu itu Ustadz Rivai Junus, dengan Nasaruddin Taha. Atjeh berhasil, kita nggak. kita djuga nggak minta, jah, Atjeh berhasil. Djuga karena faktor politik, berhasil, Tapi pada satu saat DPRD

174