Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/198

Halaman ini tervalidasi

si suami tidak berkewadjiban memberi makan kepada isterinja. Djika dia berikan, bagus ...

...................(Aliran stroom mati, terputus).....................

Tidak ada ketjualinja. Maka djadinja harta bersama dalam perkawinan, harta pentjaharian bersama mesti dibagi dua, djika kedjadian pertjeraian.


Apakah jang dinamakan harta bersama? Semua harta jang diperoleh dalam dan selama perkawinan itu. Atau karena usaha si suami atau karena usaha si isteri atau karena usaha si suami dan si isteri, Dan sudah lama djuga ada ketetapan hakim² dan fihak ini dan serupa ini. Islam tidak menjatakan apa² tentang harta bersama ini. Tak melarang, tak menjuruh, malahan diam sadja. Dan sjarat umum menjatakan bahwa sama hak wanita dan hak laki². Dan djuga kewadjibannja sama dalam prinsipnja. Maka djika laki² berhak memperoleh harta, maka djuga perempuan berhak memperoleh harta. Tak ada ketjualinja didalam Islam

Tetapi soal apakah hidup bersama dalam perkawinan menimbulkan harta bersama tak didjawab oleh Al Quran, sebab Al Quran tidak melarang, tidak menjuruh. Djadi kita bebas dalam hal itu menetapkan hak itu sebagaimana maunja. Bukan kita dalam hal ini membontjeng, kepada hukum adat, ada harta bersama, ja, boleh sadja. Tidak bertentangan dengan Al Quran. Tidak bertentangan dengan Sunnah Rasul apapun djuga. Jang saja tahu tidak ada bertentangan. Mendjadi fakta adanja harta bersama jang dapat dibagi dua, dapat kita akui sebagai tambahan hukum bagi kita dalam Islam. Dan tjotjok dengan Adat.

Tjoba kita berpindah sebentar kebidang kewarisan. Seandainja [..]esi diakui, bahwa perkawinan ini mesti betul seluruhnja dipakai dalam hukum Islam sedang hanja tambahannja tjuma dari Adat, jaitu dalam pengertian harta bersama antara suami isteri. Maka dapatlah kita landjutkan pembitjaraan kita ini dibidang kewarisan. Menurut adat orang Minangkabau, anak tidak berhak mewaris dari ajahnja, karena ajahnja pada prinsipnja ini, sebabnja, tidak sesuku dengan anaknja. Dan lazimnja orang Minangkabau itu kawin antar suku. Kalau ia kawin dalam sukunja, mungkin antara orang jang telah djauh hubungan darahnja. Maka terlaksana anak² tak kan mewarisi dari ajahnja. Ada satu kemungkinan orang Minangkabau itu dapat mewarisi dari ajahnja, tetapi bukan sebagai ajah, sebagai mamaknja jaitu dalam arti kawin petjah periuk. Petjah periuk jang rapat.


Djika orang kawin, sedangkan mereka senenek, dan diizinkan oleh ninik mamak. Ia membajar denda karena kawin petjah periuk. Maka184