Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/199

Halaman ini tervalidasi

bolehlah mereka kawin. Tidak ada kemungkinannja mewarisi dari ajahnja, sebab bukan sebagai ajah jang diwarisinja, tetapi sebagai mamaknja, pamannja. Itulah kemungkinan anak berhak mewaris dari ajahnja Pua ajah, tetapi dalam arti Minangkabau pua mamak didalam kawin petjah periuk jang rapat. Hanja itulah kesamaannja dengan Islam. Selebibnja tidak sama. Maka djika orang Minangkabau sungguh Islam. maka dia akan pakai Islam ini. Sebab mungkin hanja hukum adat itu sadja jang sangat menjimpang dari sistim Hukum Islam. A, lihatlah kewadjiban kita sekarang ini! Atau mau mendjadi orang Islam atau djangan mendjadi orang Islam. Bagaimanalah kalau kita bitjarakan hukum ini. Berperkaralah djadinja.
 Lainnja soal dalam perkembangan ke-Islaman. Maka Rasulullah juga memberi keentengan. Boleh dulu mengutjapkan sjahadatain. Nantilah sembahjang itu. Nanti adjarlah sembahjang dan sebagainja. Tetapi djika peraturan compleet, maka djuga wadjib mengikuti hukum. Kemungkinan kita selangkah demi selangkah. Itu bukan untuk permanen tetapi itu hanja untuk sementara, sambil kiita beladjar sampai kepada saatnja kita mesti ikut semau-maunja. Sebab barang siapa orang tidak dia mau mengikuti hukum Islamnja, maka kafir ia kembali, kata Allah. Maka dia tjelaka. Ini ada kijai besar. Saja bukan omong dongeng. Al Quran mengomong ini, bukan saja, Al Quran. Bukan saja jang bilang kafir, Al Quran. Nah, apa jang mau dibikin? Begitu maunja Allah kita. Alhasil, tidak bisa dipakai bagi orang Islam sistim kewarisan orang Minangkabau. Tak bisa. Total tak bisa.
 Maka djika orang Minangkabau mau sungguh mendjadi orang Islam, maka pakailah hukum kewarisan Islam, jang memberikan kemungkinan bagi anakinja mewarisi dari ajahnja dan dari maknja. Dan bukan seperti orang Minangkabau hanja dati mamak sadja. Menurut Hukum Adat jang telah ada sekarang ini di Minangkabau, baikpun Hukum Adat jang diabad ke 20 ini belum diizinkan anak mewaris dari ajah. Djuga djika dalam hal bentuk kawin bebas, dimana anak² hanja berharap dari orang tuanja, Belum diakui anak sebagai ahli waris bagi ajahnja. Tjuma hakim mungkin kasihan kepada anak². Djika datang menuntut anak kemanakan meminta bahagian dari harta peninggalan mamaknja, maka mungkin hakim berkata: "Kami akui kalian ahli waris dari mamak kalian jang masih hidup, sebagaimana kami hakim wadjib melihat pula mamak kalian tadi kawin setjara bebas. Bukan kawin jang dibiajai oleh harta nenek mojang kalian. Hidup anak2 dari mamak kalian memang menompang sebagai ajam. Maknja dan jahrja, tanpa berdua itu tidak besar anak² ini. Tidak bisa pendidik ada bagi anak ini. Sebab itu, walaupun kami akui kalian ahli waris, mantilah datang menuntut kalau anak sudah dewasa, sudah dapat


185