Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/20

Halaman ini tervalidasi

sehingga ajah dan ibu berkedudukan sama. Hukum Adat, dimana sistim kekeluargaannja bersifat “patrilinial”, artinja meng- utamakan pihak ajah, atau bersifat “matrilintal”, artinja meng- utamakan pihak ibu, harus dibimbing kearah sistim “parental”, (Untuk ini lihat uraian Drs, Susanto Tirtoprodjo S.H., pidato Pembukaan Seminar Hukum Nasional 1963, Madjalah “Mimbar Indonesia” no. 3 thn XV!I. Maret 1962).


Lembaga ini masih menghadapi kesulitan² besar dalam mejaksa- nakan tugasnja, karena berbagai sebab. Prof. Sujono Hadinoto 5.H. dalam tulisannja diatas menjebut beberapa diantaranja :
(a) masaalah “mensbechowing” dan “mensbehandeling" atau apa jang disebut Hugo Sinzheimer “das Problem von Menschen im Recht”.
(b) masaalah waktu transisi antara masa lama dan masa baru.
(c) aneka-tugas jang dipikul, jang sulit untuk ditugaskan se-mata² untuk pembaruan Hukum.


Dalam bukunja Prof. Dr. R. van Dijk Penganar Hukum Adat Indonesia, penerbitan “Sumur Bandung”, 1962, p. 65, mengulas hal ini dengan kata² : “Masaalah pembentukan Hukum jang sedjati adalah suatu masaalah tentang sumber” hukum, formil dan materil, jang benar, artinja, ini adalah inti - soal daripada segala ilmu hukum. Setiap pembentuk hukum jang manapun djuga, harus ikut mempertimbangkan kesadaran - hukum, kejakinan - hukum dari rakjat untuk siapa pokok² kaidah hukum jang dibuatnja itu harus berlaku. Dan kejakinan hukum itu tidak pula terlepas dari seluruh suasana kebudajaan jang mendjadi tempat hidup bangsa itu, akan tetapi terikat dengan beribu tali kepada suasana itu. Seorang pembentuk-hukum jang tidak memperdulikan tali itu, dalam pekerdjaannja, tidaklah membentuk hukum akan tetapi ngelamun.


Oleh karena itu Prof. Soepomo mengemukakan dalam pembitjaraannja tentang politik-hukum ditahun 1946, bahwa : “didalam memelihara susunan hukum jang baru itu oorang trdak boleh berbuat se-akan² dimasjarakat Indoonesia masih belum ada hukum sama sekali. Dan setiap pembentuk hukum harus ikut mempertimbangkan susunan hukum jang ada. djadi Susunan Hukum Adat”.


Disinilah ditemui persoalan terberat dalam pembinaan Hukum Nu- sional tersebut. Dalam tjeramahnja didepan konfrensi Kementerian Kehakiman di Salatiga tanggal 16 Desember 1950, Prof. Dr. Hazai- rin S.H. mengupas masaalah ini, dengan djudul : Hukum Baru di Indonesia (Penerbit Bulan Bintarg, Djakarta). Beliau mengemukakan masaalah heterogenitas penduduk sebagai inti-kesulitan : heterogen