Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/202

Halaman ini tervalidasi

kepada anak perempuan ini, djika seandainja duda tak ada Iagi, artinja suami siwanita itu sudah mati pula dahulu atau sudah tjerai lebih dahulu. Djika ada ajah dan mak bagi wanita itu, maka djadinja tjutju perempuan tadi akan mendapat sepertiga dari harta peninggalan itu dan pamannja tadi mendapat dua pertiga. Djika ada orang tua pula bagi simati kasilah dulu faraidnja. Bagi maknja seperenam, bagi ajahnja seperenam. Tinggal lagi dua pertiga. Dua pertiga ini dibagi dua lawan satu. Maka tjutju perempuan itu akan mendapat sepertiga dari dua pertiga, djadi dua per-sembilan.
 Dapat djuga bagi saja. Maka sistim saja, sistim Hazairin lebih tjotjok dengan adat orang Minangkabau dari sistim Sjafei. Dan tjotjok menurut Al Quran. A, itulah umpamanja.
 Kalau mati laki2 dengan tjontoh jang tadi djuga. Ada orang tuanja tinggal, ada djandanja tinggal, ada pula anak2 tinggal, maka anak2nja itu sama hukumnja sebagai jang dikatakan dalam hal pertama tadi. Maka djanda mendapat seperdelapan karena si laki2 ada beranak. Itu anak jang lahir dan dia sendiri, dari sidjanda itu.
 Tidak perduli apa lahir dari djanda itu, apa dari orang lain lahirnja, asal si laki2 itu ada anaknja, maka sidjanda mendapat seperdelapan dalam hal ini. Begitu kata Al Quran. Walaupun djanda dua tiga orang atau emipat orang, maka djumlah djanda itu hanja mendapat tidak lebih dari seperdelapan dalam hal ini, karena ada anak bagi simati. Jang sudah terang betul tidak ada baru seperempat, hak mutlak bagi djanda itu, satu atau lebih. Orang tua tetap djuga mendapat seperenam-seperenam. Wanita sama djuga hukumnja bagi saja. Apakah mati seorang wanita, apakah matt seorang laki. Itu bagi saja sama sadja.
 Nah, tjutju mewarisi. Ikut mewarisi. Neneknja mati. Bersama-sama dengan anak simati. Ini dinamakan memakai sistim penggantian. Tidak dikenal oleh Al Quran dengan pengertian kewarisan bagi jang mewaris. Tidak dikenal oleh Fiqih sebab hal mewaris itu menurut Fiqih sudah kutjar katjir djadinja. karena hati Ibnu Abbas jang mengentjongkan perhatian manusia kepada arti sesungguhnja dari Al Quran itu.
 Ibnu Abbas paman Rasulullah. Ia mempertjampur-adukkan dengan urusan Uchuwwah Islamijah jang dibikin oleh Rasulullah di Madinah itu. Itu jang dikatakannja telah hapus oleh ajat itu. Tidak ada sangkut pautnja dengan ajat itu. Uchuwah jang dibikin oleh Rasulullah di Madirah itu memang dihapuskan oleh Allah dalam surah 33 ajat 6.
 Tjukuplah satu tjontoh jang seketjil itu buat membuktikan, bahwa orang Minangkabau akan lebih tjotjok memakai Hukum Islam ala Hazairin daripada memakai Hukum Islam ala Sjafei dalam bidang kewarisan, Ada soal jang berikut lagi, Dapatkah orang Minangkabau menetapkan sendiri hukum ini? Ini soal besar. Hakim berhak menetapkan


188