Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/23

Halaman ini tervalidasi

Nasional”. Kalimat ”minimal menghilangkan rintangan, maximal mendorong geraknja pembangunan itu” jang didjadikan sebagai sasaran Seminar ini, tjukup bidjaksana, terutama apabila kita ingat kesulitan jang tersebut dimuka.

II
Pola Pikiran Peserta Seminar,

Sesuai dengan social and ethical values dari masing peserta, latar belakang sosiokulturilnja, maka pembahasan hukum tanah dan hukum waris Adat Minangkabau ini dapat dikelompokkan dalam empat pola pikiran:

(1). Bertitik tolak dari Agama Islam :

Pola pikiran ini amat menondjol dan terasa sekali pengaruhnja dalam Seminar. Seperti dalam ulasan Prof. Hazairin didepan, paham seperti ini menonjolkan soal Iman (dalam Agama) dibanding dengan soal pertalian darah dalam Adat. Paham ini dengan terus terang menuntut perobahan kaidah adat mengenai hukum waris, jang membawa peluang jang lebih luas untuk menempatkan anak sebagai ahli waris.

Suatu bentuk ekstrim dari pikiran ini adalah andjuran untuk meninggalkan sama sekali faham matrilinial dan mengganti sepenuhnja dengan paham patrilinial dan reinterpretasi hukum Adat mendjadi kebudajaan Minangkabau jang bertitik pusat pada seni-sastranja. Paham ini menolak pendirian hukum positif, bahwa kaidah Islam sebagai hukum baru diterima apabila ia mendjadi bagian dari adat penduduk, tetapi disamping itu djuga menjadari kesulitan praktis dalam penerapan kaidah hukum Fiqh dan kelalaian ummat Islam sendiri dalam mengusahakan masuknja kaidah Agama Islam dalam per-undang²an Negara.

Dalam hubungannja dengan pembangunan Daerah, paham ini tidak banjak mengemukakan pendapatnja, masih terasa tjara berpikir jang tematis. Andjuran Dr. Jasni belum tertjermin dalam buah pikiran jang diajukan paham ini. Menarik perhatian untuk ditjatat, bahwa paham ini tidak banjak mengulas hukum tanah Adat dan pada umumnja menerima ketentuan adat mengenai tanah pusaka. Djuga dikemukakan arti penting dari Piagam Djakarta 22 Djuni 1945.

(2). Bertitik tolak dari Adat Minangkabau :

Dengan pengetjualian satu dua orang penjanggah spontan jang faham kepada adat, umumnja faham ini jang diwakili setjara organisatoris oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau Sum.Barat, pada