Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/233

Halaman ini tervalidasi

djauh. Lihatlah keadaan2 di Djakarta. Mereka manggaleh, membeli tanah, membuat rumah, membuat keluarga, mereka mentjipta. Mengapa mereka tidak melakukannja ditanah Minangkabau? Mengapat mereka lebih suka mendjadi "Minang Kiau" ?

 Dalam persoalan ekonomi kita tak lepas dari pada persoalan assuransi, tidak lepas dari persoalan djaminan. Djaminan meminta benda jang mudah dipindahkan hak miliknja. Kalau bapak2 jang memberi prasaran mengemukakan kemungkinan berobahnja garis keturunan matrilinial berobahnja kebilateral, maka apakah tak mungkin pula nanti sistim communaal akan berobah mendjadi sistim individuil bezit ?

 Kelima. Dengan sendirinja perosalan hukum adat, dalam hal ini mengenai hukum tanah dan waris, tidak lepas dari persoalan2 sosial (sociologische veranderingen), tidak lepas dari kemadjuan2 pemikiran oleh masjarakat, tidak lepas dari persoalan psychologis. Dan ini terus berdjalan. Hukum harus dinamis.

 Keenam. Kita sekarang djangan main chajalan, main bajangan. Lihat tempat berpidjak. Apa jang terdjadi diantara kita dan disekeliling kita ?

 Ketudjuh. Persoalan2 hukum adat tidak lepas dari persoalan istilah dan ini perlu dalam hukum. Mari kita unifikasikan istilah2 itu. arti djurai, kampung, pajung berlainan artinja di-tiap2 nagari di Minangkabau. Maka marilah kita selidiki per nagari hukum adat itu. Sedang bentuk salueknjo Ie balainan, apalagi soal hukum tanahnja.

 Dalam hal kita merumuskan sesuatu untuk rakjat, ingatlah rakjat itu. Kita hanja pandai merumuskan, jang mengalami sirakjat, jang akan menderita oleh karena rumusan kita adalah rakjat, bukan jang membuat dan harus kita bedakan benar2 antara adat dan hukum adat. Adat kita turuti, umpamanja upatjara adat. rite de passage, hukum berobah.


219