Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/245

Halaman ini tervalidasi

 Hakim Agung Bustanul Arifin S.H. untuk mempedomani pula praktek jang pernah dilakukan oleh Mahkamah Agung sebelum ini.

Dan barangkali apa jang saja sarankan ini akan sesuai dengan apa jang disebutkan didalam Undang2 No. 19 tahun 1964 tentang ketentuan2 pokok kekuasaan Kehakiman, dimana dalam pasal 2 ajat 1 dikatakan peradilan dilakukan "Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Jang Maha Esa". Maka barangkali seluruh peserta Seminar ini termasuk pihak Pengadilan Negeri sendiri dan mudah2an djuga Bp. Bustanul Arifin S.H. pun sependapat dengan saja bahwa dengan menjerahkan gugatan mengenai masalah warisan harta pentjaharian untuk daerah Sumatera Barat ini dan umumnja untuk daerah luar Djawa/Madura kepada Pengadilan Agama akan mengadili menurut Hukum Sjara' itu sendiri, dan sudah tentu hal ini tidak bisa dilepaskan dari adanja ketegasan bahwa dalam pembidangan jang mana jang termasuk Peradilan agama dan mana jang termasuk Peradilan Adat dalam Kerapatan Nagari harus tegas2 dinjatakan bahwa perselisihan mengenai waris jang menjangkut harta pentjaharian harus dimasukkan kedalam seksi Peradilan Agama. Djadi bukanlah kepada Peradilan Adat.


Dan mengenai harta pusaka tinggi, dimana pemrasaran mengusulkan :

" (a) Statusnja tetap sebagai "Pusako Bersalin" jang dipusakai hasilnja turun-temurun dari niniek ka mamak dan dari mamak ka kamanakan seperti jang berlaku sekarang ini ;
(b) Untuk melegalisir hukumnja, sesuai dengan hukum sjarak dalam memakan hasil harta pusaka tinggi tersebut (untuk menghalalkannja) sehingga tidak mendjadi harta sjubhat lago, kita djadikan harta pusaka tinggi ini mendjadi "Harta Waqaf" dengan nazirnja Mamak Kepala Waris menurut Adat dibawah pengawasan Penghulu Kepala Kaum".

 Sub (a)-nja dapat saja disetudjui, akan tetapi sub (b)-nja saja tidak sependapat dengan pemrasaran, sebab untuk mendjadikan pusako (harta pusaka tinggi) itu mendjadi waqaf maka tentu terikat pula kepada ketentuan Islam mengenai waqaf. Sepandjang pengetahuan saja maka untuk waqaf ini harus diperhatikan persjaratan jang ditentukan :  1. pemberi waqaf; 2. Barang jang akan diwaqafkan itu dan 3. sipenerima waqaf.

  Sekarang saja akan bertanja, terpenuhikah pensjaratan ketiga hal tersebut untuk mendjadikan harta pusako ini mendjadi waqaf ?, siapakah jang akan mewaqafkan harta pusako tinggi tersebut ? Kalau menurut Hukum Waqaf maka jang berhak untuk mewaqafkan sesuatu barang


231