Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/246

Halaman ini tervalidasi

tentu jang mempunjai hak milik terhadap barang jang akan diwaqafkan itu, sebab waqaf adalah perpindahan milik. Adakah orangnja jang bersangkutan hanja mempunjai hak pakai atau hak menikmati sadja dari barang tersebut. Dan siapa pulakah jang menerima waqaf tersebut? Sudah tentu maksud pemrasaran jang akan menerima adalah orang jang sekarang mendapat hak pakai terhadap harta pusako tinggi tersebut. Apakah menurut Hukum Islam dapat pula dibenarkan pemberian waqaf oleh jang bersangkutan untuk dirinja pula, dan bagaimana pula kalau kaum tersebut nantinja punah dan untuk apa pula tudjuan waqaf tersebut. Didalam prasaran2 jang diberikan ada jang menghubungkan mengenai masaalah harta pusako tinggi ini dengan penemuan tanah oleh Umar di Chaibar.


Saja tidak sependapat dengan pendapat jang mempersamakan penemuan tanah oleh Umar tersebut dengan keadaan Harta pusako tinggi di Minangkabau ini. Sebab sepandjang riwajat jang saja batja, tanah tersebut ditemui oleh Umar dan telah mendjadi milik Umar dan diwaqafkanlah Umar tanah ini dan tidaklah untuk diri dia sendiri tetapi untuk kepentingan umum. Djadi tidak sama masaalahnja dengan harta pusako tinggi disini. Karenanja saja pembanding belum dapat menerima pendapat pemrasaran untuk mendjadikan sadja barang pusako tinggi tersebut mendjadi barang waqaf. Dan karenanja saja lebih tjenderang untuk tetap membiarkan harta pusako tinggi ini tetap seperti sekarang dan pewarisannja tetap berdjalan sepandjang adat. Sebab menurut pendapat saja tjara pewarisan harta pusako tinggi ini seperti sekarang ini tidaklah bertentangan dengan hukum Islam (ma'af saja berbeda pendapat dengan fatwa Sjeich Ahmad Chatib jang mengatakan semakin harta pusako tinggi ini adalah haram hukumnja). Dengan tjatatan jang saja maksud adalah harta pusako tinggi dalam pengertian apa pada permulaan bandingan ini.


Dan karena itu pulalah maka dari semula saja menginginkan hanja ada pembedaan mengenai harta ini antara harta pusako (jang umum disebut pusako tinggi) dan harta pentjaharian, sebab, kalau masih ada harta pusako randah maka ini masih memberikan kemungkinan berlarutnja kita dalam persoalan ini. Dan kalau Lembaga ini (pusako rendah) masih tetap dibiarkan barulah disini tjara pewarisan kita merurut adat ini akan bertentangan dengan Islam. Sebab tidak dapat disangkal tapi harta pusaka rendah bertitik tolak atau permulaan dari harta pentjaharian seseorang. Karenanja djelas itu adalah hak miliknya. Dan kalai sudah djelas hak milik seseorang jang meninggal, maka kita sebagai seorang jang beragama Islam tentu harus menggunakan tjara pembagian faraidh terhadap harta peninggalannja tersebut.

232