KESIMPULAN SEMINAR HUKUM ADAT
MINANGKABAU
MUKADDIMAH
DALAM rangka pembangunan nasional dibidang sosial, ekonomi,
mental, sprituil dan kulturil, baik dibidang nasional maupun dibidang
pembangunan daerah sangat perlulah memikirkan dan mengusahakan:
tertjapainja prasarana2 jang mendjadi dasar dan sjarat bagi kelantjaran pembinaan pembangunan tersebut.
Salah satu prasarana jang muthlak harus diadakan ialah kelantjaran hubungan hukum dalam masjarakat jang di Minangkabau sedjakdahulu telah diperkaitkan dalam pepatah: "Adat bersendi sjara”, dan sjara bersendi Kitabullah”, pepatah mana sekarang ini berdiri berkait-kaitan dengan Pantjasila dan bagi masjarakat Islam di Minangkabau berkait2an pula dengan norma Piagam Djakarta bahwa Negara mendjaga berlakunja sjari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknja, dan lebih landjut persoalan jang dihadapi itu tidak mungkin terlepas dari ketentuan undang2 Dasar 1945 jang pusatnja berada pada fasal 29 jang menjatakan bahwa Negara berdasarkan Ketuhanan Jang Maha Esa.
Terlalu lama dirasakan dialam Minangkabau bahwa masih hidupnja
norma-norma lama berdampingan dengan norma-norma baru, banjak
menimbulkan pertikaian pemikiran dan penafsiran tentang penjesuaian
pengertian nja jang makin lama makin menjulitkan bagi ketentraman
hidup mental daa kerohanian baik dikalangan rakjat maupun dikalangan pemimpinnja, Sehingga pernjataan tegas tentang persoalan norma itu harus didjawab selekas mungkin, hal mana menimbulkan urgensinja mengadakan seminar hukum adat Minangkabau tahun 1968 ini.238