Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/43

Halaman ini tervalidasi

Harta Pusaka.

Jang djadi masaalah kita sekarang ialah masaalah Harta Pusaka itu. Dinamai menurut Adat bahwa harta itu terbagi dua: Pertama Pusaka Tinggi, kedua Pusaka Rendah. Pusaka Tinggi didapat dengan tembilang besi, Pusaka Rendah didapat dengan tembilang emas. Harta Pusaka Rendah apabila sudah sekali turun, naik dia mendjadi Harta Pusaka Tinggi.


Pusaka Tinggi inilah jang didjual tidak dimakan beli, digadai nd[..] dimakan sando (sandra). Dan inilah Tiang Agung Minangkabau scla- ma ini. Djarang kedjadian Pusaka Tinggi turun mendjadi Pusaka Ren- dah, entah kalau Adat tidak berdiri lagi pada Suku jang menguasainja.


Begitu kuatnja kedudukan Pusaka Tinggi itu, sehingga harta pentjahariar seorang "urang sumando", misalnja rumah jang dibuatnja untuk anak isterinja, tetapi terletak ditanah pusaka isterinja, tidaklah berhak dia mendjualnja kembali, meskipun harta pentjahariannja sendiri. Dia tertjela keras oleh Adat kalau berbuat demikian. Sebab itu kalau seorang laki-laki mentjeraikan isterinja, rumah itu tinggallah mendjadi hak milik isterinja. Dan kalau dia bersuami baru, suami jang baru itupun tidak berhak atas rumah itu.Kalau bertjerai jang dibawa keluar adalah bungkusan sehelai. Dan kalau isteri itu mati, jang punja harta itu adalah anak-anaknja. Terutama anak jang perempuan. Faraidh tidak masuk kemari. Pagang-gadai seorang suami untuk anak istripun adalah kepunjaan anak-isteri itu. Dan harus diingat bahwa suku ajah jang mati dengan suku anak-anaknja berlain. Oleh sebab itu rumah buatan Sutan Panduko orang Tjaniago ditanah pusaka isterinja orang Sikumbang, pada hakekatnja adalah wilajah orang suku Sikumbang. Seluruh orang Tjaniago tidak dapat menuntut rumah itu kembali. Dengan demikian maka harta pentjaharian seorang Suku lain, bisa mendjadi Harta Pusaka Rendah pada mulanja (ditjari dengan tembilang emas, tidak berapa lama kemudian mendjadi Pusaka Tinggi bagi isteri dan anaknja.


Inilah pula jang menjebabkan ada dizaman lampau satu Adat "orang sumando didjemput". Seorang orang sumando dimohon sudilah kawin dengan kemenakan kami. Belandja suami (orang sumando) itu diberikan oleh isteri. Sebab sawalı berdjendjang bandar buatan, rumah gadang, lumbung bapereng, berderet-deret dihalaman. Ada lumbung Sitindjau Laut, ada lumbung Sibajau-bajau. Itu sebabnja maka rumah-rumah Gadang di Batipuh disingok rumahnja dibuat lambang pedang terhunus sebagai alamat bahwa rumah itu adalah rumah inamak kandung orang bangsawan sanggup memberi makan dagang29