Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/46

Halaman ini tervalidasi
 


Sadjak samulo den katokan
Indak ang latak dalam hati
Ang latak djuo dibalakang
Badan ang djuo nan manangguengkan.

Tetapi kalau ekonomi sudah baik. Adat bisa berdiri. Dalam filsafat Datuk Panduko Alam, beliau katakan, baiknja ekonomi harus dimulai dengan baiknja terlebih dahulu djiwa kita sendiri, sembuh dari penjakit tjongkak. Sembuh penjakit jang beliau ungkapkan dalam pantun:

 


"Tagendeng biduek nak rang Narch.
Dilantak biduek nak rang Bajue.
Gener.g bak geneng sirich rareh.
Indak takana tampuck lajue".

Rantjak di Labuch tobat, menjerah kepada Bunda Kandung Siti Djauhari. Dengan dasar keinsjalan ini Siti Djauhari memulai hidup baru, diikuti oleh anaknja Rantjak di Labueh dan anak jang perempuan bernama Siti Budimar. Sehingga karena keinsjafannja itu Rantjak di Labueh berhak mendapat gelar Sutan Sampono.


Datuk Panduko Alam mengungkapkan bangunnja kembali ekonomi dan kemakmuran setjara negeri agraris waktu itu dan sekarang ini: "Lado lah membintang timur, tabu lah manjintak rueh, tarueng lah ajun-ajunan, antimun mangarang bungo, lah kunieng padi disawah, lah hidjau padi diladang. lah duduek mandeh djo sukatan".

Dalam tjerita wajang disebut dinegeri jang demikian ialah: "Gemah Ripah Karta Rahardja Loh Djinawi".


Setelah ekonomi baik dan pulih kembali, bukan dengan berhutang melainkan dengan berdikari, barulah dapat "mendirikan Rumah nan Gadang, mambuck djandjang batu tembok". Dan tidak lama kemudian, dapatlah si Bungsu Siti Budiman, adik Sutan Samparono ditjarikan djodohnja. Sesudah ditjari-tjari djadi sumando, dapatlah seorang pe- muda bernama si Bujung Siddiq bergelar Faqih Tjandakia.

IV

Pendapat dan Fatwa Ulama-ulama Minangkabau tentang Harta Pusaka.

Saja selidiki dengan seksama dalam sedjarah, setelah Agama Islam masuk kenegeri ini, baik sebelum Perang Padri, ataupun sesudahnja, Islam masuk kemari tidaklah mengganggu susunan Adat Minangkabau dengan Pusaka Tingginja atau Harta Tuanja itu.