Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/47

Halaman ini tervalidasi

 Begitu hebat peperangan Padri, kendak merobah daki-daki Adat Djahilijah di Minangkabau namun pahlawan-pahlawan Padri sebagai Hadjt Miskin atau Hadji Abdurrahman Piobang, atau Tuanku Lintau, tidaklah ingin menjinggung atau ingin merombak susunan harta pusaka tinggi itu. Bahkan Pahiawan Padri radikal, Tuanku Nan Rentjeh jang sampat membunuh Untjunja (adik perempuan ibunja) karena tiduk mau mengerdjakan sembahjang, tidaklah tersebut bahwa beliau menjinggung-menjinggung susunan adat itu. Kuburan Tuanku Nan Rentjeh di Kamang jang pernah saja ziarahi terdapat dalam tanah Pusako Tinggi suku-sakonja, suku Tandjung di Surau Koto Samiek Katuang, Tuanku Nan Tuo di Tjangking pun tidak hendak mengusik-usik susunan Harta Pusako Tinggi.

 Didalam tahun 1919 terkenallah tantangan ajah saja, Dr, Sjech Abduf Karim Amarullah terhadap Adat Mmangkabau dengan bukunja Pertimbangan Adat Lembaga Alam Minangkabau sebagai bantahan kepada buku Tjurai Paparan Adat Limbago Alam Minangkabau karangan Dt. Sangguno Diradjo, Jang beliau tantang dalam buku itu adalah dongeng-dongeng dan chajal jang tidak ilmijah jang banjak bertemu dalam Tambo-tambo Mnangkabau. Namun beliau tidak djuga mengusik Harto Pusako, Dalam karangan beliau Sjamsul Hidajah dan Seni Aman Tiang Selamat, beltau tjela keras menurunkan harta pentjaharian kekemenakan, tetapi harta pusaka tua itu tidak djuga beliau ganggu-gugat. Malahan beliau berbeda fatwa dengan gurunja sendiri Tuan Sjech Ahmad Chatib jang spesial mengarang sebuah buku mendjelaskan bahwa Harta Pusaka Minangkabau itu adalah harta Sjubuhat, haram dimakan hasilnja.

 Menurut beliau seluruh orang Minangkabau memakan harta haram dan beliau konsckwen denwan pendapatnja, sehingga setelah beliau tinggalkan Minangkabau dan berdiam di Makkah sampat wafatnja beliau tahun 1916 (1334 H), beliau tidak pernah pulang-pulang lagi ke Minangkabau.

 Tetapi ajah saja berfatwa bahwa Harta Pusaka Tinggi adalah sebagai wagaf djuga atau sebagai harta Musabalah jang pernah dilakukan Umar bin Chattab pada hartunja sendiri di Chatbar, jang boleh diambil isinja tetapi tidak boleh ditasharrufkan tanahnja.

 Beliau mengemukakan yx'idah Ushul jang terkenal. jaitu: "Al-raudatu Muhakkamatun, wal 'Urfu ga-dhin”. Artinja: "Adat adalah diperkokoh, Urut (tradisi) adalah berlaku".

 Melihat djatan fikiran kaum Ulama di Minangkabaa sendiri, harta itu dibagi dua: pertama Harta Pusaka Tinggt dan kedua Harta Pentjaharian, Harta Pusaka Tinggi tidak boleh diganggu gugat, tetap dalam Leadaannja jang sekarang didjual tidak dkhakan beli, digadai tidak