Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/49

Halaman ini tervalidasi

jang masuk golongan pembela Belanda. Dan ada pula Ulama sendiri jang pro Belanda. Dan ada Ulama jang menentang kekerasan, padahal dja Guru Besar dari Kaum Padri sendiri. Jaitu Tuanku Nan Tuo di Tjangking.


Teori jang mengatakan bahwa Perang Padri adalah perang Adat dengan Agama telah dibatalkan oleh Sedjarah, bahwa seketika Belanda dapat menangkap 14 orang Padri di Pandai Sikek dan mereka dihukum gantung, 12 orang diantaranja ialah Datuk-Datuk Pengulu Adat, dan hanja dua orang jang Tuanku (Guru Agama). Diantaranja putra Tuanku Mansiangan (Silahkan lihat buku Sedjarah Perang Padri karangan M. Radjab).


Dan di Bondjol sendiri, Tuanku Besar Imam Bondjol memimpin negeri Bondjol bukanlah seorang diri, tetapi dikiri kanannja terdapat dua orang Kepala Adat, Datuk Bandaro dan Datuk Sati. Keputusan mereka bertiga (Radjo Tigo Selo), itulah Adat Nagari Bondjol.


Sewaktu pengaruh Atjeh datang ke Rantau, Tiku Pariaman, Dipadusunan ada Radja bergelar Sultan, diradjakan dari Atjch. Sampai ada Radja Pariaman itu jang dipanggil pulang ke Atjeh, buat didjadikan Sulan Sri Alam (Mangkat di Atjch, karena terbunuh pada tahun 1576). Pengaruh Atjeh besar sekali di Tiku Pariaman, sehingga djelas sampai sekarang pada gelar jang dipakai. Orang Pariaman menerima gelar keturunan dari ajahnja, bukan dari mamakaja. Tiga gelar jg terkenal sekarang: Sidi, Bagindo dan Sutan. Sidi gelar keturunan Rasulullah, sebagai Sajid dan Sjarif. Sampai sekarang di Marokko, keturunan keturunan Sajid itu masih disebutkan Sidi. Bagindo gelar keturunan Radja-Radja, dan Sutan keturunan Bangsawan. Semua dipanggilkan. Adjo. Dari kata Radja. Sebab itu djanggal sekali terdengar ditelinga orang Tiku Pariaman kalau kami orang Darat bergelar Sidi-Bagindo, Bagindo Saidi atau Sutan Saidi, Sidi Sutan, atau Sutan Bagindo, Bagindo Sutan.


Sudah begitu mendalamnja pengaruh Arab Islam di Tiku Pariaman, namun harta pusaka masih tetap matriarchat.


Pada tahun 1952 diadakan Rapat Besar di Bukittinggi, jang dihadiri djuga oleh Almarhum Hadji Agus Salim. Disana diperkuat pendapat jang telah tumbuh tentang pembahagian Harta Pusaka Tinggi dengan Harta Pentjaharian. Sebab sampai saat sekarang ini, Adat Minangkabau itu belum pernah berpisah dengan Agama, walaupun dizaman Dominasi Komunis di negeri ini seorang Datuk dari Lawang tolah mentjoba membentuk satu Partai bernama "Partai Adat Rakjat" buat memperalat Adat bagi kepentingan Komunis, atau Datuk itu sendiri jang djadi Alat Komunis.

35