Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/53

Halaman ini tervalidasi

jang diberikan oleh Minang kepada Tanah Air Indonesia ini. Sedjak dari Hadji Agus Salim, Abdul Muis, Abdul Rifai, Sjech Achmad Chatib, Sjarif Taha Djalaluddin, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Mohammad Natsir, Asaad Datuk Mudo, Isa Anshari, Rasuna Said, Prof. Mohd. Yamin, Adi Negoro, Dr. Mohammad Amir, Dr. Bahder Djohan, Dr. Abdul Halim, dan berpuluh-puluh lagi banjaknja jang lain. Otak mereka tjerdas, dan semuanja diilhami oleh pepatah Minang jang terkenal:

"Taraok tali alang-alang,
Tjabiek karatch tantang bingkai,
Hiduik nan usah mangapalang,
Indak kajo barani pakai."

Bukanlah saja seorang ahli Ilmu Djiwa dan bukanlah itu bidang saja. Tetapi kalau kita kadji-kadji, apa sebab ketjerdasan luar biasa ini, apa sebab keberanian ini, apa sebab berani bertualang mengadu untung? Sebabnja jang utama ialah: "Tidak ada rasa terikat kepada harta benda. Sebab semuanja tidak awak jang punja".

Tidak ada anak Minang jang besar dinegerinja. Sebab dinegeri sendiri tidak dapat mengembangkan bakat, terhambat oleh harta. Sebab itu mana jang sudah merantau tak ada jang berani pulang. Sebab pulang artinja hilang. Pada hat semuanja bangga sebab mercka anak Minang. Mereka mentjintai negeri ini luar biasa. Negeri Minang jang indah itu telah terpeta didalam hati sedjak dibawa turunmandi.Dan sungguhlah saja berani mengatakan tak ada suatu daerahpun jang seindah Minang.

Dia indah tetapi tak dapat dikuasai, sawah berdjendjang keluarga jang punja, hutan rimba suku jang punja, gunung-gunung Minang jang punja. Engkau boleh meratapinja, mendjadikannja buah pantun, namun dia tidak dapat engkau miliki. Mungkin oleh karena tidak dapat dimiliki ini maka kita bertambah tjinta kepadanja.

Dia indah tetapi tak dapat dipegang, dia ditjinta tetapi tak dapat dibuat "manga-manga". Dia hanja indah buat ditengok pada gambar panorama. Dia hanja indah buat dilihat seketika pulang sekali-sekali.

Dan buat ditangisi, kalau sudah terpaksa berangkat kembali sebagai bunji pantun:

"Bukit Putus, Rimba Keluang,
Direndang djagung dihangusi.
Hukum putus badan terbuang,
Dipandang gumung ditangisi".