Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/56

Halaman ini tervalidasi

Kita telah merdeka, dan berbagai hal suka dan duka telah ditempuh oleh daerah ini. Kemerdekaan menjebabkan pendidikan kita dipertinggi. Dari S.D. telah mendjadi S.M.P. naik djadi S.M.A., naik djadi Fakultas, dan sekarang telah mempunjai berbagai Universitas. Generasi muda jang meneruskan hidup kita telah menghadapi berbagai problema baru.

Anak-anak kita laki-laki dan perempuan telah berbondong keluar dari daerahnja. Jang laki-laki telah tersantung hatinja dengan gadis daerah lain. Si Upik pingitan dahulu, sekarang telah mengenal pula pemuda lain. Kita sekarang telah mempunjai "Urang Sumando” dari daerah Sunda, Orang Djawa, orang Bandjar, Orang Menado, Sulawesi. bahkan orang Amerika,

Tragis Sesudah P.R.R.I.

Karena tekanan bathin jang tidak tertahankan sesudah huru-hara P.R.R.I. banjak orang berbondong merantau. Anak, isteri, mamak, kemenakan, uaik, amat, andueng, dan untju dibawa merantau.

"Karatau disangko madang.
Kironjo batulueh padi.
Marantau disangko sanang.
Kironjo marusueh hati.”

Urbanisasi besar-besaran dan dahsjat telah dirasakan. Saja tidak akan menerangkan daerah ain. Akan saja sebut sadja daerah Manindjau Sepuluh Koto. Tumpah ruah orang meninggalkan kampung, besar-ketjil, tua-muda, Ke Pekan Baru, ke Medan, Lampung, Palembang, dan ke Djakarta. Rumah-rumah Gadang dan rumah Gadueng sudah tinggal bertahun-tahun, kadang-kadang 4 atau 5 rumah hanja didjaga oleh seorang perempuan tua. Ada jang lingkut sama sekali.

Tjinta pulang masih ada. Tetapi straktur rumah-tangga dirantau sudah berbeda 180 deradat dari jang selama ini. Orang sudah hidup dengan anak isterinja, bukan dengan kemanakan dan saudara perempuannja lagi. Ada jang berminat pulang kekampung, tetapi rumah jang akan didapati sadah runtuh. Siapa jang memperbaiki rumah itu? Siapa jang akan menegakkannja kembali? Bukankah itu rumah Suku? Rumah Tuo? Menurut Adat jang mesti mendirikan rumah itu ialah tungganai. Padahal Tungganai-tungganai itu telah berumah tangga sendiri pula dan telah hidup dengan anak-anaknja. Mereka tidak punja kesanggupan lagi untuk mendirikan Rumah Tuo, sebab mereka telah terikat dengan kewadjiban rumah tangga menurut artinja jang sebenarnja. Urang Sumando pun tidak pula berani untuk memperbaiki rumah itu sebab menjalah menurut Adat,