Halaman:Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris.pdf/58

Halaman ini tervalidasi

Didalam djiwa Anak Minang moderen timbullah apa jang dinamai oleh almarhum Dr. Muhammad Amir “Minang Complex”. Bertambah orang terpeladjar, bertambah dia mendjauh dari hidup tjara Minang. Tetapi kalau Minang ditjela orang, dia bela mati-matian.

Banjak kaum terpeladjar pulang verlof atau pakansi ke Minang. Sampai dikampung dibuatlah kata mufakat dikalangan Suku memberi beliau gelar Penghulu. Datuk Mantari Alam, Datuk Mangkudun Sati, dipotongkan sapi atau kerbau, dilekatkan pakaian Penghulu lengkap dengan kerisnja. Seteiah berada dikampung kira-kira dua minggu beliaupun kembali ke Djakarta atau ke Medan. Maka, diudjung namanja dipapan nama dimuka rumah terpasanglah nama baru : Dr. Fulan ge-lar Datuk Mantari Alam. atau Fulan S.H. gelar Dt. Mangkudun Sati. Padahal menurut Adat, gelar pusaka Datuk ialah tanggung djawab me-ngurus anak kemenakan dikampung, bukanlah untuk dikedaikan dinegeri orang. Dan ada pula jang setelah menerima gelar itu beliau berangkat, dan tidak pulang-pulang lagi 10 atau 15 tahun. Dan kalau mengobrol dengan Suku lain beliau memudji Adat Minangkabau setinggi langit.

Sjukurlah baru-baru ini Gubernur Sumatera Barat Harun Zein te-lah mengambil tindakan jang bidjak dan tepat, jaitu mengumpulkan Ninik-Mamak dan Pemangku Adat Minangkabau jang beratus orang banjaknja di Djakarta guna membantu membangun Minang, sehingga gelar-gelar pusaka itu banjak sedikitnja dapat djuga dimanfaatkan buat kampung halaman, tidak lagi terkatung-katung sebagai selama ini.

VIII

Penutup

Sekarang bagaimana sikap kita ?

Sudah njata sekarang bahwa keadaan sudah berubah tjepat sekali. Sudah lama sendi-sendi Adat Minangkabau jang telah gojah. Sjukurnja bahwa Anak Minang sendiri masih mentjintai negeri ini, dan masih te-rikat oleh kerangka Adat Istiadatnja, Pepatah dan Petitihnja, kehalusan perasaan didikan nenek-mojang.

Njata sekarang bahwa kita dalam masa transisi. Timbul pertanjaan: “Apakah Adat Minangkabau akan habis?". Djawabnja bukan pada orang lain, melainkan pada kita sendiri. Sebab saja sendiri pertjaja bahwa selama kita mentjintai negeri ini, adat ini tidak akan habis. Mi-nangkabau sekarang mendapat challenge dari pergolakan zaman, kita bangsa Indonesia baru, terutama jang berdarah Minang harus bersedia menjerahkan responsenja.

Tandanja Minang tidak akan habis, saja rasakan sendiri di perantauan. Meskipun diperantauan, terutama Metropolis Djakarta, setiap

44